JAKARTA, koranmetro.com – Dalam beberapa tahun terakhir, industri roda dua di Indonesia mulai menghadirkan inovasi yang memadukan fleksibilitas dan efisiensi melalui motor listrik modular. Konsep modular ini memungkinkan pengguna mengganti atau menyesuaikan berbagai komponen seperti baterai, modul motor, dan aksesori sesuai kebutuhan atau kondisi perjalanan mereka.
Motor listrik modular semakin menarik karena solusi terhadap tantangan utama kendaraan listrik—kapasitas baterai dan infrastruktur pengisian. Dengan sistem yang bisa dilepas-pasang, pengguna tak perlu lagi bergantung pada stasiun pengisian daya karena baterai cadangan dapat dibawa dan ditukar saat diperlukan. Beberapa merek di dalam negeri sudah mulai bereksperimen dengan desain modular, meski belum menyebar secara luas ke pasar publik.
Keuntungan lain dari motor listrik modular adalah penghematan biaya servis dan pemeliharaan. Bila satu modul mengalami kerusakan, pemilik bisa menggantinya tanpa harus membeli motor baru. Sistem plug-and-play juga memudahkan upgrade di masa depan, seperti memasang baterai berkapasitas lebih besar atau modul motor yang lebih bertenaga saat teknologi telah berkembang.
Namun, konsep ini juga menghadapi tantangan signifikan. Pertama, standarisasi modul agar kompatibel antar merek dan model. Tanpa kesepakatan industri, konsumen bisa terkunci pada ekosistem satu produsen saja. Kedua, keamanan dan konektivitas antar modul harus sangat baik agar tidak terjadi kegagalan sistem saat berkendara. Ketiga, regulasi dan sertifikasi teknis dari instansi terkait perlu disesuaikan agar motor modular dapat memenuhi syarat uji tipe dan izin jalan.
Meski masih dalam tahap awal, motor listrik modular menunjukkan potensi untuk mengubah paradigma kendaraan roda dua listrik—dari produk “paket utuh” menjadi ekosistem yang bisa dikustomisasi. Jika penerapan dan regulasi mendukung, inovasi ini berpotensi mempercepat adopsi motor listrik di Indonesia dan mengurangi hambatan bagi konsumen yang ingin beralih ke kendaraan ramah lingkungan.









