JAKARTA, koranmetro.com – Amerika Serikat telah memutuskan untuk menarik diri dari pendanaan program transisi energi bagi Indonesia, Vietnam, dan Afrika Selatan, yang sebelumnya merupakan bagian dari skema Just Energy Transition Partnership (JETP). Keputusan ini menimbulkan ketidakpastian dalam rencana ketiga negara tersebut untuk mengurangi ketergantungan pada batu bara dan beralih ke energi bersih.
Menurut laporan dari Bloomberg dan Financial Times, alasan utama di balik keputusan AS adalah keterbatasan anggaran serta pergeseran prioritas dalam kebijakan luar negeri dan domestik. Pemerintahan Presiden Joe Biden menghadapi tekanan di dalam negeri terkait defisit anggaran, sementara dana untuk transisi energi global semakin sulit dialokasikan di tengah ketegangan geopolitik yang meningkat.
Indonesia, Vietnam, dan Afrika Selatan sebelumnya telah menyepakati JETP sebagai bagian dari komitmen global untuk mengurangi emisi karbon, dengan dukungan pendanaan dari negara-negara G7, termasuk AS. Paket pendanaan ini dirancang untuk membantu negara-negara berkembang menutup pembangkit listrik tenaga batu bara lebih cepat dan menggantinya dengan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, Arifin Tasrif, mengungkapkan kekecewaannya atas keputusan AS, tetapi menegaskan bahwa Indonesia akan tetap berkomitmen untuk mengimplementasikan transisi energi. “Kami akan mencari alternatif pendanaan, termasuk dari mitra lain dan sektor swasta, untuk memastikan program dekarbonisasi tetap berjalan,” ujarnya.
Keputusan AS juga dapat memperlambat implementasi proyek penghentian dini PLTU batu bara di Indonesia dan Vietnam, yang sebelumnya mendapat dukungan kuat dari lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia dan Asian Development Bank (ADB). Beberapa analis menilai bahwa tanpa dukungan finansial dari AS, target net zero emission kedua negara bisa mengalami keterlambatan signifikan.
Sementara itu, negara-negara Eropa seperti Jerman, Prancis, dan Inggris masih berkomitmen terhadap JETP dan berusaha menutupi kekosongan pendanaan yang ditinggalkan AS. Namun, jumlah dana yang tersedia kemungkinan tidak akan sebesar yang diharapkan jika AS tetap terlibat.