JAKARTA, koranmetro.com – Fenomena ‘Gray Divorce’, atau perceraian di usia senja, telah menjadi tren yang semakin terlihat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Istilah ini merujuk pada pasangan yang berpisah setelah menjalani pernikahan selama puluhan tahun, biasanya terjadi pada usia 50 tahun ke atas. Fenomena ini menarik perhatian banyak pihak karena bertentangan dengan anggapan umum bahwa pasangan lansia cenderung bertahan dalam pernikahan mereka hingga akhir hayat. Namun, mengapa fenomena ini semakin meningkat? Berikut adalah alasan dan faktor yang memicu terjadinya ‘Gray Divorce’.
Apa Itu ‘Gray Divorce’?
‘Gray Divorce’ adalah istilah yang pertama kali populer di Amerika Serikat, merujuk pada perceraian yang terjadi di kalangan pasangan berusia lanjut, biasanya di atas usia 50 tahun. Tren ini mulai terlihat meningkat sejak awal tahun 2000-an. Data menunjukkan bahwa angka perceraian di kelompok usia ini meningkat dua kali lipat dalam beberapa dekade terakhir, meskipun angka perceraian secara keseluruhan cenderung menurun atau stagnan di banyak negara.
Faktor-Faktor Penyebab ‘Gray Divorce’
Ada beberapa faktor yang berkontribusi pada meningkatnya perceraian di usia senja:
- Perubahan Harapan dan Gaya Hidup
- Seiring bertambahnya usia, banyak orang mulai mengevaluasi kembali kebahagiaan dan tujuan hidup mereka. Setelah anak-anak dewasa dan meninggalkan rumah (fenomena empty nest), pasangan mungkin merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan yang mendalam atau tujuan bersama lagi.
- Kemandirian Finansial
- Di masa lalu, banyak pasangan lansia, terutama wanita, bertahan dalam pernikahan karena alasan finansial. Namun, dengan meningkatnya kemandirian ekonomi, wanita kini memiliki lebih banyak kebebasan untuk memilih berpisah jika pernikahan tidak lagi membahagiakan.
- Pergeseran Norma Sosial
- Norma sosial terkait pernikahan dan perceraian telah berubah. Perceraian tidak lagi dianggap sebagai hal tabu, bahkan di kalangan lansia. Banyak orang merasa bahwa tidak ada usia yang “terlalu tua” untuk memulai hidup baru.
- Masalah yang Terakumulasi Selama Bertahun-Tahun
- Masalah yang tidak terselesaikan dalam pernikahan dapat terakumulasi selama puluhan tahun. Ketika pasangan memasuki usia senja, mereka mungkin merasa sudah cukup dengan konflik atau ketidakpuasan yang terus berlangsung.
- Kesehatan dan Harapan Hidup yang Lebih Panjang
- Dengan harapan hidup yang lebih panjang, banyak lansia merasa bahwa mereka masih memiliki cukup waktu untuk mencari kebahagiaan baru. Perspektif ini mendorong mereka untuk berani mengambil langkah besar seperti perceraian.
- Perubahan Prioritas
- Lansia seringkali mengalami perubahan prioritas dalam hidup, seperti lebih fokus pada diri sendiri, spiritualitas, atau hubungan dengan keluarga besar. Jika pasangan tidak lagi memiliki kesamaan visi, perceraian bisa menjadi pilihan.
Dampak ‘Gray Divorce’
Perceraian di usia lanjut memiliki dampak yang signifikan bagi individu yang mengalaminya, baik secara emosional, finansial, maupun sosial.
- Dampak Emosional
- Banyak lansia merasa kesepian setelah perceraian karena kehilangan pasangan hidup yang telah bersama mereka selama puluhan tahun. Namun, ada juga yang merasa lebih bebas dan bahagia setelah berpisah dari hubungan yang tidak sehat.
- Dampak Finansial
- Perceraian di usia senja dapat memiliki konsekuensi finansial yang lebih besar dibandingkan perceraian di usia muda. Pembagian aset, pensiun, dan biaya hidup di usia tua menjadi tantangan yang harus dihadapi.
- Dampak pada Keluarga
- Anak-anak dewasa seringkali merasa terkejut dan terguncang dengan keputusan orang tua mereka untuk bercerai. Hal ini dapat memengaruhi hubungan keluarga secara keseluruhan.
Bagaimana Lansia Menghadapi Perceraian?
Meskipun perceraian bisa menjadi tantangan besar, banyak lansia yang berhasil menghadapinya dengan cara yang positif. Berikut beberapa cara untuk menghadapi perceraian di usia senja:
- Menerima Perubahan
- Terimalah bahwa perceraian adalah awal dari babak baru dalam hidup. Fokus pada peluang untuk tumbuh dan menemukan kebahagiaan.
- Mencari Dukungan
- Bergabung dengan kelompok dukungan atau berkonsultasi dengan terapis dapat membantu mengatasi perasaan kesepian dan kehilangan.
- Merencanakan Keuangan
- Konsultasikan dengan ahli keuangan untuk memastikan bahwa Anda dapat mengelola aset dan pensiun dengan baik setelah perceraian.
- Membangun Koneksi Baru
- Manfaatkan waktu ini untuk membangun hubungan baru, baik dengan teman, keluarga, atau komunitas.
Fenomena ‘Gray Divorce’ menunjukkan bahwa usia bukanlah penghalang untuk mengambil keputusan besar dalam hidup, termasuk perceraian. Banyak pasangan lansia memilih untuk berpisah demi mengejar kebahagiaan dan kedamaian pribadi, meskipun mereka harus menghadapi tantangan emosional dan finansial. Hal ini mencerminkan perubahan norma sosial, harapan hidup, dan prioritas individu di usia lanjut.