Demokrasi Sejati, Pelajaran dari Kemenangan Zohran Mamdani di Pemilu Wali Kota New York

- Jurnalis

Kamis, 6 November 2025 - 11:39 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Di tengah hiruk-pikuk politik Amerika Serikat yang semakin terpolarisasi, kemenangan Zohran Mamdani dalam pemilihan Wali Kota New York pada 4 November 2025

Di tengah hiruk-pikuk politik Amerika Serikat yang semakin terpolarisasi, kemenangan Zohran Mamdani dalam pemilihan Wali Kota New York pada 4 November 2025

koranmetro.com – Di tengah hiruk-pikuk politik Amerika Serikat yang semakin terpolarisasi, kemenangan Zohran Mamdani dalam pemilihan Wali Kota New York pada 4 November 2025 menjadi sinyal segar bagi harapan demokrasi yang lebih inklusif. Pada usia 34 tahun, Mamdani—seorang anggota Majelis Negara Bagian New York yang dikenal sebagai sosialis demokratis—telah mengalahkan mantan Gubernur Andrew Cuomo yang maju sebagai kandidat independen, serta Curtis Sliwa dari Partai Republik. Kemenangan ini bukan hanya tonggak sejarah bagi komunitas Muslim dan keturunan Asia Selatan di AS, tetapi juga pelajaran berharga tentang “demokrasi sejati” (The Real Democracy): sebuah sistem di mana suara rakyat biasa, bukan elit korporat, menjadi penggerak utama perubahan.

Latar Belakang Kemenangan yang Mengguncang

Zohran Mamdani, lahir di Uganda dan dibesarkan di New York, memulai karir politiknya sebagai aktivis lingkungan dan hak pekerja. Sebagai anggota Majelis Negara Bagian Queens sejak 2021, ia dikenal karena dukungannya terhadap gerakan Black Lives Matter, keadilan iklim, dan kebijakan pro-Palestina yang berani. Kampanye wali kota 2025-nya dimulai sebagai underdog: survei awal menempatkannya di belakang Cuomo, yang sempat comeback setelah skandal seksualnya. Namun, dengan platform yang berfokus pada isu-isu kelas pekerja—seperti kenaikan pajak korporasi untuk membiayai perumahan terjangkau, transportasi umum gratis, dan pengurangan polisi di sekolah—Mamdani berhasil membangun koalisi lintas etnis dan kelas sosial.

Menurut proyeksi NBC News dan The New York Times, Mamdani meraih sekitar 58% suara, mengalahkan Cuomo (32%) dan Sliwa (8%). Kemenangan di primary Demokrat Juni lalu, di mana ia mengalahkan Cuomo lagi, menjadi katalisator. “Ini bukan kemenangan saya, tapi kemenangan jutaan warga New York yang lelah dengan status quo,” kata Mamdani dalam pidato kemenangannya di Brooklyn Paramount, seperti dilaporkan POLITICO. Pidato itu sendiri menuai kontroversi: Donald Trump menyebutnya “sangat berbahaya” karena nada progresifnya, sementara pendukungnya melihatnya sebagai manifesto demokrasi grassroots.

Baca Juga :  Houthi Serang Kapal Induk AS Dua Kali dalam 24 Jam sebagai Respons terhadap Trump

Pelajaran Utama: Demokrasi Sejati Bukan Milik Elit

Kemenangan Mamdani menawarkan pelajaran mendalam tentang apa yang disebut “The Real Democracy”—demokrasi yang nyata, di mana kekuasaan kembali ke tangan rakyat, bukan didominasi oleh donor kaya atau lobi korporat. Berikut tiga pelajaran kunci yang bisa diambil, tidak hanya oleh aktivis AS, tapi juga oleh gerakan demokrasi global, termasuk di Indonesia yang sedang bergulat dengan oligarki politik.

  1. Kekuatan Grassroots dan Mobilisasi Pemuda Kampanye Mamdani bergantung pada relawan muda dan komunitas imigran, bukan iklan TV mahal. Dengan anggaran kampanye yang lebih rendah dibanding Cuomo (yang didukung donor Wall Street), ia mengumpulkan dana kecil-kecilan dari ribuan donatur individu. Ini membuktikan bahwa demokrasi sejati lahir dari gerakan bawah ke atas: rapat umum di taman kota, door-to-door canvassing, dan media sosial yang autentik. Di era di mana pemilih muda (Gen Z dan milenial) semakin apatis, Mamdani menunjukkan bahwa 40% pemilihnya berusia di bawah 35 tahun, menurut NPR. Pelajaran: Partai politik tradisional harus beradaptasi atau tersingkir; suara pemuda adalah kunci perubahan.
  2. Koalisi Lintas Identitas, Bukan Polarisasi Sebagai Muslim keturunan India yang vokal soal Palestina, Mamdani berisiko diisolasi oleh isu identitas. Namun, ia membangun aliansi dengan serikat buruh, komunitas Latin, dan aktivis kulit hitam melalui isu bersama seperti keterjangkauan hidup. “Demokrasi sejati berarti mendengar semua suara, bukan memecah belah,” tegasnya dalam wawancara CNN. Kemenangannya di distrik-distrik beragam seperti Queens dan Bronx menunjukkan bahwa politik identitas bisa menjadi jembatan, bukan tembok. Di konteks global, ini relevan bagi negara seperti Indonesia, di mana pemilu sering terjebak pada primordialisme; koalisi progresif bisa menang jika fokus pada keadilan ekonomi.
  3. Keberanian Menentang Status Quo dan Ancaman Eksternal Trump, dari Miami, mengancam tarik dana federal jika Mamdani menang, menyebutnya “komunis”. Respons Mamdani? “New York akan tetap berdiri, dengan atau tanpa bantuan Washington.” Ini mencerminkan esensi demokrasi sejati: ketahanan lokal terhadap tekanan nasional. Dengan janji “perbaikan tanpa henti” (relentless improvement), seperti dikutip CBS News, ia menjanjikan reformasi radikal seperti pajak 2% untuk korporasi di atas $5 miliar pendapatan, yang bisa hasilkan $10 miliar untuk layanan publik. Pelajaran: Pemimpin sejati tidak gentar pada kritik; mereka gunakan momentum untuk memperkuat otonomi kota.
Baca Juga :  Menhan Baru AS Telepon Netanyahu, Jamin Kebutuhan Militer Israel

Sebagai wali kota pertama Muslim dan termuda di sejarah New York, Mamdani menghadapi tantangan besar: krisis perumahan pasca-pandemi, inflasi, dan ketegangan rasial. Namun, kemenangannya—seperti dilaporkan The Guardian—adalah “mimpi buruk Trump” yang nyata, menandakan gelombang progresif di tengah dominasi konservatif nasional. Secara global, ini menginspirasi: dari London hingga Jakarta, gerakan seperti ini mengingatkan bahwa demokrasi bukanlah ritual empat tahunan, tapi perjuangan harian untuk keadilan.

Pada akhirnya, kemenangan Zohran Mamdani adalah pengingat bahwa “The Real Democracy” bukan utopia, tapi hasil dari keberanian kolektif. Saat ia memasuki balai kota pada Januari 2026, dunia menyaksikan apakah pelajaran ini akan bertahan atau tergilas roda politik. Satu hal pasti: suara rakyat telah berbicara, dan itu lebih keras dari sebelumnya.

Berita Terkait

Krisis Diplomatik, Peru Putus Hubungan dengan Meksiko, Latar Belakang Tuduhan Asilum Mantan PM
Tragedi “Perang Kota” di Rio, Kronologi Mega Penggerebekan Polisi yang Ceplok 132 Nyawa Lawan Geng Narkoba Comando Vermelho
Drone Rusia Serang Ibu Kota Ukraina, 3 Orang Tewas
Gejolak Global, AS Hancurkan Kapal Perang di Latihan Multinasional, Sementara Kluivert Dipecat PSSI oleh Media Belanda
Perbatasan Afghanistan-Pakistan Ditutup Usai Militer Baku Tembak
Perjanjian Pukpuk, Aliansi Pertahanan Baru Australia-Papua Nugini untuk Keamanan Pasifik
Kontroversi Global, Ancaman Trump Penjara Pejabat Lokal AS hingga Bom Militer Myanmar di Acara Buddha
Hamas Optimis Pertukaran Tawanan dengan Israel & Akhiri Perang di Gaza
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Kamis, 6 November 2025 - 11:39 WIB

Demokrasi Sejati, Pelajaran dari Kemenangan Zohran Mamdani di Pemilu Wali Kota New York

Selasa, 4 November 2025 - 12:54 WIB

Krisis Diplomatik, Peru Putus Hubungan dengan Meksiko, Latar Belakang Tuduhan Asilum Mantan PM

Kamis, 30 Oktober 2025 - 13:01 WIB

Tragedi “Perang Kota” di Rio, Kronologi Mega Penggerebekan Polisi yang Ceplok 132 Nyawa Lawan Geng Narkoba Comando Vermelho

Minggu, 26 Oktober 2025 - 19:26 WIB

Drone Rusia Serang Ibu Kota Ukraina, 3 Orang Tewas

Jumat, 17 Oktober 2025 - 12:52 WIB

Gejolak Global, AS Hancurkan Kapal Perang di Latihan Multinasional, Sementara Kluivert Dipecat PSSI oleh Media Belanda

Berita Terbaru

LIFE STYLE & ENTERTAINMENT

Sneaker Digital, Tren NFT di Dunia Fashion dan Hiburan

Senin, 3 Nov 2025 - 14:52 WIB