JAKARTA,koranmetro.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut kasus dugaan pemerasan dalam pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker). Pada hari ini, Senin (16/6/2025), KPK memeriksa lima orang saksi untuk mendalami praktik korupsi yang diduga telah berlangsung sejak 2012. Pemeriksaan ini dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, sebagai bagian dari penyidikan lanjutan kasus yang telah menyeret delapan tersangka.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini berfokus pada dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi oleh oknum pejabat Kemenaker terkait proses pengurusan izin kerja tenaga kerja asing (TKA). RPTKA merupakan dokumen wajib bagi perusahaan yang ingin mempekerjakan TKA di Indonesia. Jika dokumen ini tidak diterbitkan, izin kerja dan izin tinggal TKA akan terhambat, yang dapat mengakibatkan denda sebesar Rp1 juta per hari. Kondisi ini diduga dimanfaatkan oleh oknum pejabat untuk memeras para pemohon RPTKA, baik melalui agen maupun secara langsung.
Berdasarkan penyelidikan KPK, praktik pemerasan ini telah berlangsung secara sistematis sejak era Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin) pada 2009–2014, berlanjut pada masa Hanif Dhakiri (2014–2019), hingga Ida Fauziyah (2019–2024). Total dana yang dikumpulkan dari praktik ini diperkirakan mencapai Rp53,7 miliar selama periode 2019–2024, dengan sebagian dana mengalir ke berbagai pihak, termasuk pejabat tinggi, staf, hingga pegawai rendahan di Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA).
Pemeriksaan Lima Saksi
Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menyatakan bahwa kelima saksi yang diperiksa hari ini memiliki peran penting dalam mengungkap alur praktik pemerasan. Meskipun identifikasi saksi belum diungkap secara rinci, mereka diduga terdiri dari agen pengurusan RPTKA atau pihak yang terkait dengan proses perizinan di Kemenaker. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mendalami besaran tarif tidak resmi yang diminta oleh tersangka, ancaman yang digunakan jika tarif tersebut tidak dibayarkan, serta aliran dana hasil pemerasan.
Sebelumnya, pada 12 Juni 2025, KPK telah memeriksa empat agen pengurusan izin TKA, yaitu EY (pekerja lepas jasa pengurusan RPTKA), EN (staf operasional PT Indomonang Jadi), MS (staf operasional PT Lamindo Inter Service), dan PW (staf operasional PT Dienka Utama). Pada 13 Juni 2025, KPK juga memeriksa empat saksi lainnya, yaitu SH (staf PT Wijaya Nusa Sukses), AS (direktur PT Fasqindo Mandiri Bersama), AP (kustodi PT Tunas Artha Gardatama 2009–2012), dan AN (eksekutor PT Aneka Jasa Lima Benua). Pemeriksaan saksi-saksi ini menunjukkan upaya KPK untuk menelusuri jaringan yang lebih luas dalam kasus ini.
Tersangka dan Barang Bukti
KPK telah menetapkan delapan tersangka dalam kasus ini, yang semuanya merupakan aparatur sipil negara (ASN) di Kemenaker. Mereka adalah:
-
Suhartono (SH), mantan Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker (2020–2023), diduga menerima Rp460 juta.
-
Haryanto (HYT), mantan Direktur PPTKA (2019–2024) dan Dirjen Binapenta dan PKK (2024–2025), diduga menerima Rp18 miliar.
-
Wisnu Pramono (WP), mantan Direktur PPTKA (2017–2019), diduga menerima Rp580 juta.
-
Devi Anggraeni (DA), Direktur PPTKA (2024–2025), diduga menerima Rp2,3 miliar.
-
Gatot Widiartono (GW), Koordinator Analisis dan PPTKA (2021–2025), diduga menerima Rp6,3 miliar.
-
Putri Citra Wahyoe (PCW), staf Direktorat PPTKA (2019–2024), diduga menerima Rp13,9 miliar.
-
Jamal Shodiqin (JS), staf Direktorat PPTKA.
-
Alfa Eshad (AE), staf Direktorat PPTKA.
Sejauh ini, KPK telah menyita 13 kendaraan mewah, termasuk BMW, Honda Civic, Mitsubishi Pajero, dan lainnya, dari penggeledahan di kantor Kemenaker dan tujuh rumah terkait. Selain itu, sekitar Rp5,4 miliar dari total Rp53,7 miliar hasil pemerasan telah dikembalikan ke negara melalui rekening penampungan KPK. Dana lainnya diduga digunakan untuk keperluan pribadi, makan siang pegawai, hingga pembayaran rutin dua mingguan bagi sekitar 85 pegawai Direktorat PPTKA.
Peran Imigrasi dan Potensi Pemanggilan Eks Menteri
KPK juga tengah mendalami keterlibatan pihak Imigrasi dalam kasus ini, karena izin kerja dan tinggal TKA berada di bawah kewenangan mereka. Penyidik sedang menelusuri apakah ada kolusi antara oknum Kemenaker dan Imigrasi dalam memperlancar atau menghambat proses perizinan untuk kepentingan pemerasan.
Selain itu, KPK membuka peluang untuk memanggil tiga mantan Menteri Ketenagakerjaan, yaitu Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Hanif Dhakiri, dan Ida Fauziyah, guna memberikan klarifikasi terkait praktik yang diduga berlangsung selama masa jabatan mereka. Budi Prasetyo menegaskan bahwa penyidik akan memanggil siapa pun yang dianggap memiliki informasi relevan untuk membuat kasus ini terang.
Upaya Pencegahan Korupsi
KPK telah mengidentifikasi celah korupsi dalam pengurusan izin TKA sejak 2012 dan memberikan rekomendasi kepada Kemenaker, seperti membangun sistem layanan terpadu, meningkatkan transparansi melalui teknologi informasi, dan mengurangi diskresi petugas. Namun, rekomendasi ini dinilai belum diimplementasikan secara optimal, sehingga praktik pemerasan terus berulang. KPK kini mendorong perbaikan tata kelola perizinan di Kemenaker dan kementerian lain untuk mencegah kasus serupa di masa depan.
Kasus dugaan pemerasan izin TKA di Kemenaker mencerminkan tantangan dalam menciptakan sistem perizinan yang transparan dan bebas korupsi. Dengan pemeriksaan lima saksi hari ini, KPK berupaya mengungkap jaringan yang lebih luas dan memastikan penegakan hukum yang tegas terhadap para pelaku. Masyarakat menantikan langkah lanjutan KPK untuk membongkar praktik korupsi yang telah merugikan negara dan merusak kepercayaan publik terhadap institusi pemerintahan.