JAKARTA, koranmetro.com – Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menolak memberikan izin masuk bagi bantuan berupa rumah mobil dan peralatan berat ke Jalur Gaza, meskipun hal tersebut merupakan bagian dari perjanjian gencatan senjata yang telah disepakati. Langkah ini memicu kritik dari berbagai pihak yang menilai keputusan tersebut akan memperburuk situasi kemanusiaan di Gaza, yang saat ini tengah menghadapi krisis besar akibat konflik berkepanjangan. Netanyahu beralasan bahwa keputusan ini diambil untuk mencegah potensi penyalahgunaan bantuan oleh kelompok Hamas, yang dianggap Israel sebagai organisasi teroris. Namun, penolakan ini berdampak langsung pada warga sipil Gaza yang sangat membutuhkan bantuan untuk membangun kembali kehidupan mereka setelah kehancuran besar akibat perang. Rumah mobil dan peralatan berat dianggap penting untuk membantu proses rekonstruksi di wilayah yang telah hancur akibat konflik.
Sementara itu, komunitas internasional, termasuk PBB, terus menyerukan agar bantuan kemanusiaan dapat masuk ke Gaza tanpa hambatan. Kepala bantuan PBB, Martin Griffiths, menyatakan bahwa setidaknya 100 truk bantuan per hari diperlukan untuk memenuhi kebutuhan 2,1 juta penduduk Gaza yang terdampak konflik. Namun, hingga kini, akses bantuan ke wilayah tersebut masih sangat terbatas, dengan Israel hanya mengizinkan sebagian kecil dari bantuan yang direncanakan. Keputusan Netanyahu ini mencerminkan ketegangan yang terus berlangsung antara Israel dan Palestina, khususnya di Gaza, di mana konflik berkepanjangan telah menyebabkan penderitaan besar bagi warga sipil. Situasi ini menambah kompleksitas dalam upaya mencapai perdamaian yang berkelanjutan di kawasan tersebut.