JAKARTA, koranmetro.com – Di tengah kemajuan pesat infrastruktur China, insiden tragis menimpa Jembatan Hongqi di Provinsi Sichuan, barat daya China, pada Selasa, 11 November 2025. Jembatan sepanjang 758 meter ini, yang baru diresmikan kurang dari dua bulan lalu, sebagian runtuh akibat longsor besar dari lereng gunung di sekitarnya. Beruntung, tidak ada korban jiwa dilaporkan karena jembatan telah ditutup sehari sebelumnya setelah ditemukan retakan di lereng dan pergeseran tanah. Kejadian ini, yang terekam dalam video viral di media sosial, memicu kekhawatiran global tentang keamanan proyek infrastruktur di wilayah pegunungan yang rawan bencana alam. Menurut otoritas setempat, longsor dipicu oleh ketidakstabilan geologis di daerah tersebut, yang sering kali menjadi tantangan bagi proyek jalan raya nasional.
Artikel ini menguraikan kronologi kejadian, latar belakang pembangunan, penyebab dugaan, dampak, serta implikasi lebih luas bagi pembangunan infrastruktur China.
Kronologi Kejadian: Dari Retakan hingga Runtuhnya Jembatan
Jembatan Hongqi, bagian dari jalan raya nasional G317 yang menghubungkan pedalaman China dengan Tibet, dibangun oleh Sichuan Road & Bridge Group (SRBG) dan selesai konstruksinya pada awal 2025. Jembatan ini diresmikan dan dibuka untuk lalu lintas pada 28 September 2025, menjanjikan akses lebih cepat ke wilayah otonom Tibet dan Qiang di Prefektur Aba. Namun, hanya sekitar 44 hari beroperasi, tanda-tanda bahaya muncul.
Pada Senin, 10 November 2025, otoritas Kabupaten Barkam mendeteksi retakan di lereng gunung terdekat dan pergeseran tanah di sekitar jembatan. Jembatan segera ditutup untuk semua kendaraan, dan tim pemantauan dikerahkan. Kondisi memburuk keesokan harinya ketika longsor masif dari gunung di atas jembatan menghantam struktur pendekatan dan dasar jalan. Video amatir yang beredar menunjukkan awan debu tebal dan puing-puing batu meluncur deras, menyebabkan pilar beton jembatan miring dan runtuh ke sungai di bawahnya—menciptakan ledakan debu raksasa. Tidak ada korban jiwa, tapi akses transportasi ke Tibet terganggu parah.
Latar Belakang Pembangunan: Ambisi Infrastruktur di Wilayah Berisiko
Jembatan Hongqi dirancang sebagai jembatan cantilever dua lajur yang menggantung lebih dari 200 meter di atas sungai di Bendungan Hidroelektrik Shuangjiangkou. Panjangnya 758 meter (sekitar 2.500 kaki) menjadikannya salah satu struktur kunci untuk mengurangi waktu tempuh dari Sichuan ke Tibet hingga setengahnya. Proyek ini bagian dari inisiatif Belt and Road Initiative (BRI) China untuk memperkuat konektivitas Asia Tengah.
Namun, lokasinya di wilayah pegunungan Sichuan—yang dikenal rawan gempa dan longsor—menimbulkan risiko inheren. Provinsi ini sering mengalami longsor akibat hujan deras, akumulasi air dari bendungan, dan tekanan geologis. SRBG, kontraktor negara, sebelumnya terlibat kontroversi terkait standar keselamatan, meski pemerintah China menekankan bahwa insiden ini murni bencana alam.
Penyebab Dugaan: Longsor Geologis dan Faktor Lingkungan
Investigasi awal oleh pemerintah setempat menunjukkan bahwa runtuhnya jembatan disebabkan oleh longsor yang dipicu oleh ketidakstabilan lereng gunung. Faktor utama meliputi:
- Akumulasi Air dan Tekanan Bendungan: Bendungan Shuangjiangkou di dekatnya diduga menyebabkan penumpukan air yang melemahkan lereng.
- Pergeseran Tanah Alami: Retakan terdeteksi sehari sebelumnya menandakan deformasi gunung akibat tekanan geologis.
- Cuaca Ekstrem: Hujan musiman di Sichuan mempercepat erosi tanah.
Belum ada bukti kuat kesalahan konstruksi, tapi pakar internasional seperti dari Newsweek mempertanyakan kecepatan pembangunan di terrain tidak stabil. Seorang jurnalis China di X menyatakan, “Runtuhnya disebabkan deformasi gunung akibat longsor.”
Dampak dan Respons: Gangguan Akses dan Upaya Pemulihan
Insiden ini mengganggu lalu lintas utama ke Tibet, memaksa pengendara menggunakan rute alternatif yang lebih panjang dan berbahaya. Tim penyelamat dan insinyur dari pemerintah pusat telah dikerahkan untuk menilai kerusakan dan membersihkan puing. Biaya rekonstruksi diperkirakan mencapai miliaran yuan, dengan fokus pada desain anti-longsor baru.
Video kejadian telah viral, ditonton jutaan kali di X dan Weibo, memicu diskusi tentang prioritas keselamatan versus kecepatan pembangunan. Pemerintah China menjanjikan investigasi transparan, tapi kritik dari luar negeri menyoroti pola serupa, seperti runtuhnya jembatan kereta di Qinghai pada Agustus 2025 yang menewaskan 12 pekerja.
Implikasi Lebih Luas: Pelajaran untuk Infrastruktur Global
Kejadian Jembatan Hongqi menekankan kerentanan proyek mega di wilayah rawan bencana. Di China, di mana lebih dari 80% jalan tol melintasi pegunungan, insiden ini bisa mendorong revisi standar geoteknik. Secara global, ini menjadi pengingat bagi negara seperti Indonesia atau India yang membangun infrastruktur serupa—pentingnya pemantauan real-time dan desain adaptif terhadap perubahan iklim.
Pemerintah Sichuan telah memerintahkan audit keselamatan untuk proyek serupa, sementara SRBG berjanji transparansi. Kejadian ini, meski tragis, bisa menjadi katalisator untuk inovasi seperti sensor geologis AI di jembatan masa depan.
Runtuhnya Jembatan Hongqi bukan hanya kehilangan aset fisik, tapi pelajaran berharga tentang harmoni antara ambisi manusia dan kekuatan alam. Dengan tidak ada korban jiwa berkat respons cepat, insiden ini menunjukkan kemajuan dalam protokol keselamatan China. Namun, ia juga mengajak refleksi: Apakah kecepatan pembangunan harus dikorbankan demi ketahanan jangka panjang? Saat tim pemulihan bekerja, dunia menanti rekonstruksi yang lebih kuat—simbol ketangguhan infrastruktur modern. Untuk update, pantau sumber resmi seperti Reuters atau Global Times.









