JAKARTA, koranmetro.com – Cloud Kitchen atau virtual kitchen adalah model bisnis restoran yang hanya fokus pada layanan pesan-antar tanpa ruang makan fisik, sehingga memangkas biaya sewa lokasi dan layanan langsung. Di Indonesia, tren ini mulai digemari saat pandemi dan terus berkembang seiring dominannya layanan pengiriman makanan daring. Grab memelopori tren ini dengan GrabKitchen sejak 2018, diikuti oleh Gojek melalui kolaborasi dengan Rebel Foods.
Pengusaha pemula dan brand F&B melihat Cloud Kitchen sebagai peluang efisien untuk ekspansi. Model ini memungkinkan berbagai merek kuliner beroperasi di satu lokasi dapur, memperluas jangkauan tanpa membuka banyak cabang. PT Sagala, misalnya, menerapkan model Multi-Brand Virtual Resto di beberapa dapur yang dikelolanya. Startup seperti DishServe bahkan memanfaatkan dapur berbasis rumah untuk memenuhi pesanan, membantu stay-at-home moms berkontribusi sekaligus menghasilkan pendapatan.
Laporan Savills memperkirakan Cloud Kitchen bisa mencapai 15 % dari total nilai transaksi pengiriman makanan daring di Indonesia pada 2021, didukung faktor super-app seperti GoJek dan Grabplus tren kebutuhan pesan-antar yang terus meningkat.
Namun model ini tidak tanpa tantangan. Operator perlu meningkatkan visibilitas di aplikasi pengiriman, sering melalui strategi pemasaran digital dan promosi, karena minimnya interaksi langsung dengan pelanggan.
Cloud Kitchen membuktikan dirinya sebagai model bisnis kuliner masa depan: minim modal awal, fleksibel untuk beragam brand, dan berorientasi pada efisiensi digital. Dengan pengelolaan yang tepat dan pemahaman pasar lokal, Cloud Kitchen membuka peluang besar bagi pelaku bisnis kuliner di Indonesia—dengan risiko yang lebih terkendali dan potensi pertumbuhan yang menjanjikan.