JAKARTA, koranmetro.com – Setiap tahun, penentuan awal Ramadan di Indonesia sering menjadi perhatian umat Islam. Pada tahun 2025, Pemerintah Indonesia dan Muhammadiyah akhirnya sepakat bahwa awal puasa jatuh pada tanggal yang sama. Kesepakatan ini membawa kebahagiaan bagi umat Islam di Indonesia karena meminimalkan perbedaan dalam memulai ibadah puasa.
Metode Penentuan Awal Ramadan
Dalam menentukan awal Ramadan, terdapat dua metode yang biasa digunakan di Indonesia, yaitu rukyatul hilal (pengamatan langsung bulan sabit) dan hisab (perhitungan astronomi). Pemerintah melalui Kementerian Agama menggunakan metode rukyat yang dikombinasikan dengan hisab. Sementara itu, Muhammadiyah cenderung lebih mengutamakan metode hisab dengan kriteria wujudul hilal (keberadaan bulan di atas ufuk).
Pada tahun 2025, hasil hisab Muhammadiyah menunjukkan bahwa hilal sudah terlihat pada sore hari sebelum malam 1 Ramadan. Sementara itu, hasil rukyat yang dilakukan oleh tim Kementerian Agama juga mengonfirmasi visibilitas hilal di beberapa lokasi pemantauan. Dengan demikian, baik pemerintah maupun Muhammadiyah menetapkan tanggal yang sama untuk awal Ramadan.
Dampak Positif Kesamaan Awal Ramadan
Kesepakatan ini membawa berbagai dampak positif bagi umat Islam di Indonesia, di antaranya:
- Keseragaman dalam Beribadah: Umat Islam di seluruh Indonesia dapat menjalankan ibadah puasa secara bersamaan, menciptakan kekompakan dalam menjalankan ibadah Ramadan.
- Menghindari Perbedaan Hari Raya Idulfitri: Kesamaan awal Ramadan juga meningkatkan kemungkinan bahwa Idulfitri akan dirayakan secara serempak, meminimalisir perbedaan penentuan hari raya.
- Mengurangi Polemik di Masyarakat: Setiap tahun, perbedaan dalam penentuan awal Ramadan kerap menimbulkan perdebatan. Kesepakatan ini membantu menghindari perbedaan pendapat yang dapat menyebabkan perpecahan di kalangan umat Islam.
Kesepakatan antara Pemerintah dan Muhammadiyah mengenai awal Ramadan 2025 menjadi momen penting bagi umat Islam di Indonesia. Dengan metode yang berbeda tetapi hasil yang sama, hal ini menunjukkan bahwa ilmu astronomi dan pengamatan langsung bisa bersinergi dalam menentukan waktu ibadah. Keputusan ini diharapkan membawa keberkahan dan persatuan bagi umat Islam dalam menjalani bulan suci Ramadan dengan lebih khusyuk dan penuh kebersamaan.