JAKARTA, koranmetro.com – Pada April 2025, Presiden Prabowo Subianto membuat langkah mengejutkan dengan menunjuk Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi sebagai juru bicara presiden, menggantikan Hasan Nasbi. Keputusan ini, sebagaimana dilaporkan Kompas, muncul di tengah kritik terhadap komunikasi Istana yang dinilai buruk, terutama setelah pernyataan kontroversial Prabowo yang menyamakan trading saham dengan judi, memicu keresahan di pasar modal. Penunjukan ini dianggap sebagai respons atas serangkaian blunder komunikasi, termasuk tanggapan kurang tepat Hasan terhadap ancaman terhadap jurnalis Tempo, yang memicu kritik tajam terhadap kepemimpinan Prabowo. Dengan pengalaman Prasetyo di bidang administrasi negara, langkah ini diharapkan dapat memperbaiki penyampaian kebijakan publik dan mengembalikan kepercayaan investor serta masyarakat.
Tantangan Komunikasi dan Dampaknya
Komunikasi Istana di bawah Prabowo menghadapi tantangan besar sejak ia dilantik pada Oktober 2024. Pernyataan-pernyataan yang kontroversial, seperti soal pasar modal, serta kebijakan yang memicu protes seperti revisi undang-undang militer, telah memicu ketidakpastian. Ketidakjelasan komunikasi juga memperburuk hubungan dengan media, dengan kasus intimidasi jurnalis menambah tekanan pada citra pemerintahan. Posts di X mencerminkan sentimen publik yang memandang penunjukan Prasetyo sebagai “sindiran halus” kepada Hasan, sekaligus upaya meredam ketegangan. Namun, efektivitas Prasetyo sebagai jubir masih dipertanyakan, mengingat ia harus menjembatani visi Prabowo yang ambisius—seperti Dana Nusantara dan pembangunan IKN—dengan ekspektasi publik yang kian kritis.,
Harapan dan Prospek ke Depan
Penunjukan Prasetyo Hadi menandakan upaya Prabowo untuk memperbaiki komunikasi Istana, yang krusial di tengah tantangan ekonomi seperti tarif AS sebesar 32% dan penurunan kepercayaan investor., Sebagai figur berpengalaman, Prasetyo diharapkan mampu menyampaikan kebijakan dengan lebih jelas dan meredakan kontroversi. Namun, keberhasilan langkah ini bergantung pada kemampuan Istana untuk konsisten dan transparan, terutama dalam menangani isu sensitif seperti kebebasan pers dan ekspansi peran militer. Dengan popularitas Prabowo yang masih tinggi meski ada protes “Dark Indonesia,” peran jubir baru menjadi kunci untuk menjaga legitimasi pemerintahan., Ke depan, fokus pada komunikasi yang inklusif dan responsif dapat menjadi jalan keluar, tetapi hanya jika diiringi kebijakan yang mendukung stabilitas dan kepercayaan publik.