JAKARTA, koranmetro.com – Tahun 2025, Gen-Z Indonesia (lahir 1997–2012) adalah generasi yang paling melek teknologi sekaligus paling rentan terhadap radikalisme online dalam sejarah bangsa ini.
Mereka lahir dengan Wi-Fi, besar dengan TikTok, dan mendapat “pendidikan agama” dari reels 30 detik, meme berantai, dan grup WhatsApp anonim. Hasilnya? Menurut data BNPT 2025:
- 41 % kasus paparan radikalisme baru melibatkan usia 15–25 tahun
- 68 % di antaranya pertama kali terpapar lewat media sosial
- 1 dari 4 anak SMA di kota besar pernah ditawari masuk “grup kajian” tertutup di Telegram
Mengapa Gen-Z Paling Rawan?
| Faktor Klasik Radikalisme | Versi Gen-Z 2025 |
|---|---|
| Rasa ketidakadilan | “Generasi strawberi” vs boomer kaya, korupsi merajalela |
| Krisis identitas | “Gue Muslim tapi kok gak kayak di TikTok?” |
| Kurangnya figur otoritas | Ulama tradisional kalah pamor dari “ustaz reels” |
| Informasi berlebih | 10.000 konten sehari, 90 % tanpa sumber jelas |
| Algoritma sebagai “guru” | Semakin sering nonton “kafir = musuh”, semakin banyak konten serupa muncul |
Konten Radikal yang Disamarkan sebagai “Literasi Islam”
- Reels “Fakta Sejarah” “Tahukah kamu? Khalifah Umar pernah menghancurkan patung…” (dipotong, tanpa konteks) → 3 juta views
- Meme “Kafir vs Muslim” Foto orang sholat vs orang pesta → caption “Pilih mana?” → 800 ribu likes
- Voice Note 45 detik “Kalian masih percaya demokrasi? Padahal Rasulullah tidak pernah voting!” → dibagikan 120.000 kali
- Challenge “Baca Al-Qur’an 1 menit” Ternyata setelah hari ke-7 masuk grup Telegram berisi ajakan “hijrah ke khilafah”
Literasi Digital vs Literasi Agama: Lingkaran Setan
Gen-Z Indonesia memiliki literasi digital tinggi, tapi literasi agama dan sejarah sangat rendah:
- 78 % bisa edit video CapCut dalam 5 menit
- Hanya 12 % tahu kronologi Perang Badar secara utuh
- 62 % percaya “Israel = Yahudi = musuh Islam” tanpa tahu perbedaan politik-agama
- 39 % menganggap “mengkritik pemerintah = haram” karena kutipan hadis tanpa sanad
Jalan Keluar: Bangun “Benteng Literasi” Sebelum Terlambat
- Sekolah & Kampus Wajibkan mata kuliah “Literasi Media Sosial dan Agama” mulai SMA (bukan cuma PPKn).
- Orang Tua Jangan cuma larang HP, tapi buka diskusi: “Kamu tadi lihat video apa? Coba kita cek sumbernya.”
- Konten Kreator Muslim Progresif Saat ini jumlahnya kalah telak dibanding “ustaz viral”. Butuh 1.000 kreator baru yang paham fiqih + editing.
- Platform TikTok & Instagram harus kerja sama dengan Kemenag untuk label “konten sensitif agama” seperti label politik.
- Komunitas Offline Kajian remaja yang seru (ngopi, main board game, diskusi bebas) jauh lebih efektif daripada ceramah 2 jam.
Gen-Z bukan generasi yang bodoh atau radikal secara alami. Mereka hanya hidup di zaman di mana algoritma lebih sering mengajari agama daripada orang tua atau ustaz sekolah.









