koranmetro.com – Di tengah hiruk-pikuk dunia kerja yang semakin kompetitif, sebuah cerita dari negeri Tirai Bambu menjadi viral di media sosial global. Seorang mahasiswa magang di China memilih mengundurkan diri dari posisinya setelah perusahaan tempatnya bekerja memaksa menyerahkan hadiah undian berupa kartu grafis Nvidia RTX 5060. Insiden ini, yang meledak di akhir November 2025, bukan hanya soal barang berharga senilai ribuan yuan, tapi juga soal hak pekerja, etika korporat, dan batas antara “aset perusahaan” dengan keberuntungan pribadi.
Cerita ini pertama kali muncul di platform Weibo dan menyebar ke X (Twitter), menarik perhatian ribuan netizen yang menyebutnya sebagai “puncak absurditas kerja magang”. Mari kita urai kronologi lengkapnya, pelajaran yang bisa diambil, dan implikasinya bagi para fresh graduate di mana-mana.
Kronologi Insiden: Dari Keberuntungan ke Konflik
Semuanya bermula dari sebuah acara konferensi teknologi di China, di mana perusahaan teknologi tempat si mahasiswa magang (yang identitasnya dirahasiakan untuk privasi) mengirim timnya—termasuk intern seperti dia. Perusahaan menanggung seluruh biaya perjalanan: tiket pesawat, akomodasi hotel, hingga makan siang. Ini hal biasa untuk event korporat, tapi yang tak terduga terjadi di sesi undian berhadiah panitia.
Si intern, yang ikut undian secara sukarela sebagai peserta acara, beruntung besar. Namanya terpanggil, dan hadiahnya adalah Nvidia RTX 5060—GPU kelas menengah terbaru dari seri Blackwell yang baru dirilis Nvidia pada 2025. Harganya? Sekitar 3.000 yuan atau Rp 6,5 juta, cukup untuk upgrade PC gaming atau workstation entry-level yang powerful untuk rendering AI dan gaming 1440p.
Kebahagiaan itu tak bertahan lama. Beberapa jam setelah acara usai, rekan kerjanya menelepon. Bagian keuangan perusahaan sudah tahu soal hadiah itu (diduga lewat laporan internal atau gosip tim). Mereka meminta si intern menyerahkan GPU tersebut sebagai “aset perusahaan”. Alasannya sederhana tapi kontroversial: “Semua biaya perjalanan ditanggung kantor, jadi hadiah undian juga milik perusahaan.”
Si intern menolak mentah-mentah. Baginya, undian itu murni keberuntungan pribadi—bukan bagian dari tugas resmi. Ia bahkan tak mewakili perusahaan saat ikut undian; itu hanya kesempatan bagi semua peserta. Tapi tekanan tak berhenti di situ. Selama beberapa hari berikutnya, rapat demi rapat digelar. Atasan dan tim HR bersikeras: “Tiket acara dan perjalanan dibiayai perusahaan, jadi manfaat apa pun dari acara itu harus dikembalikan.”
Akhirnya, si intern memilih jalan keluar paling dramatis: resign. Ia mengajukan pengunduran diri secara resmi, sambil menyimpan GPU-nya. Belakangan, dalam klarifikasi di media sosial, ia mengaku bahwa bagian keuangan sebenarnya belum tahu detail hadiah saat tekanan dimulai—tapi laporan internal membuat semuanya bocor. Kisah ini viral di X, dengan cuitan dari akun KompasTekno yang merangkum kronologi lengkapnya, menarik ratusan komentar simpati.
Apa yang Buat Kasus Ini Viral? Etika Kerja yang Dipertanyakan
Insiden ini meledak karena menyentuh nerve sensitif para pekerja muda: eksploitasi magang. Di China, seperti di Indonesia, magang sering dianggap “sekunder”—gaji minim atau bahkan unpaid, tapi ekspektasi kerja setara karyawan tetap. Siapa sangka, keberuntungan pribadi bisa jadi alasan pemaksaan?
Netizen di Weibo dan X ramai membahas:
- Hak Pribadi vs. Aset Perusahaan: Apakah hadiah undian pribadi di acara yang dibiayai kantor otomatis jadi milik perusahaan? Hukum Tiongkok (dan serupa di Indonesia via UU Ketenagakerjaan) tak secara eksplisit mengatur ini, tapi prinsip umumnya: jika bukan bagian dari kontrak atau tugas, itu milik individu. Namun, perusahaan sering gunakan klausul samar seperti “semua manfaat dari perjalanan bisnis”.
- Tekanan Psikologis: Si intern cerita merasa “dituduh mencuri” meski hadiah dimenangkan secara adil. Ini mirip kasus magang di Indonesia tahun 2021, di mana startup Campuspedia didenda karena gaji Rp100 ribu/bulan plus penalti resign Rp500 ribu—yang memicu sidak Kemnaker.
- Konteks GPU Mahal: RTX 5060 bukan sembarang hadiah. Di 2025, GPU ini jadi favorit developer dan gamer berkat AI horsepower Blackwell-nya, dengan performa 1440p max settings via DLSS. Nilainya lebih dari gaji bulanan tipikal magang, membuatnya terasa seperti “pencurian” bagi perusahaan.
Beberapa komentar di Reddit bahkan bandingkan dengan pengalaman resign karena atasan absurd, seperti dipaksa tuntun bos baru seperti “anak magang SMK”.
Pelajaran untuk Perusahaan dan Magang: Hindari Drama Seperti Ini
Kasus ini jadi pengingat bagi HR dan pimpinan: magang bukan budak, tapi investasi masa depan. Di Indonesia, aturan magang diatur Permenaker No. 11/2013—perusahaan wajib beri pengalaman belajar, bukan eksploitasi. Resign seperti ini bisa rusak reputasi: siapa mau magang di tempat yang “curi” hadiah karyawan?
Bagi calon magang:
- Baca Kontrak: Cari klausul soal “manfaat perjalanan” atau “aset pribadi”.
- Dokumentasikan Semua: Foto undian, simpan bukti keberuntungan pribadi.
- Cari Dukungan: Kalau ditekan, hubungi kampus atau serikat pekerja.
Perusahaan? Bangun budaya fair: rayakan kesuksesan karyawan, jangan incar barang pribadi. Siapa tahu, GPU itu bisa jadi hadiah internal untuk motivasi tim.
Dampak Lebih Luas: Diskusi Global soal Hak Pekerja Muda
Cerita ini tak berhenti di China. Di X, tagar #InternResignRTX trending, dengan user dari Indonesia dan Malaysia bagiin pengalaman serupa: magang dipaksa lembur unpaid atau “pinjam” gadget pribadi. Bahkan di Barat, kasus serupa muncul di Reddit, di mana intern dipaksa serahkan hadiah konferensi ke bos.
Nvidia sendiri tak komentar resmi, tapi insiden ini ironis: GPU mereka yang dirancang untuk inovasi malah jadi simbol ketidakadilan kerja. Di Indonesia, RTX 5060 sudah rilis dengan harga kompetitif, tapi cerita ini bikin orang mikir dua kali soal “hadiah” di event korporat.
Si intern kini bekerja di startup lain yang lebih menghargai karyawan, sambil upgrade PC-nya dengan RTX 5060. Kisahnya jadi inspirasi: kadang, mempertahankan prinsip lebih berharga daripada posisi. Di 2025, di mana AI dan tech boom, pekerja muda punya bargaining power lebih—gunakanlah dengan bijak.









