JAKARTA , koranmetro.com – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menunjukkan komitmen kuat dalam mendorong pembenahan institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Salah satu langkah konkret adalah pembentukan Komite Reformasi Polri, yang bersifat ad hoc dan direncanakan bekerja selama enam bulan. Meskipun nama-nama anggota sudah dikantongi, pelantikan resmi masih menunggu kepulangan Presiden Prabowo dari kunjungan kerja ke luar negeri, dengan pengumuman diantisipasi pada pertengahan Oktober mendatang.
Inisiatif ini muncul sebagai respons atas tuntutan masyarakat yang semakin menggebu, terutama pasca peristiwa Prahara Agustus yang memicu demonstrasi besar-besaran. Gerakan Nurani Bangsa (GNB) menjadi salah satu pendorong utama, setelah pertemuan dengan Presiden Prabowo pada 11 September 2025 di Istana Kepresidenan. “Ini atas tuntutan dari masyarakat yang cukup banyak,” ujar Pendeta Gomar Gultom, anggota GNB, usai pertemuan tersebut.
Sifat Ad Hoc dan Jangka Waktu Kerja
Wakil Menteri Sekretaris Negara (Wamensesneg) Bambang Eko Suhariyanto menegaskan bahwa Komite Reformasi Polri bukan lembaga permanen, melainkan bersifat ad hoc. “Reformasi Polri itu ad hoc, ad hoc. Sekitar enam bulan kalau enggak salah,” katanya saat ditemui di kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Jumat (26/9/2025). Masa kerja enam bulan ini dimaksudkan untuk melakukan kajian mendalam terhadap kedudukan, tugas, dan wewenang Polri yang dinilai perlu dievaluasi ulang, mengingat Undang-Undang Kepolisian telah berlaku lebih dari 20 tahun tanpa penyesuaian signifikan.
Komite ini akan fokus merumuskan rekomendasi komprehensif, termasuk evaluasi undang-undang terkait, yang nantinya diserahkan langsung kepada Presiden. Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), menambahkan bahwa komite akan bekerja selama beberapa bulan untuk menghasilkan perubahan struktural yang menyesuaikan dengan tuntutan rakyat saat ini.
Pelantikan Tertunda, Tunggu Prabowo Pulang
Meski antusiasme tinggi, pelantikan anggota komite masih tertunda. Bambang Eko menjelaskan bahwa proses ini baru akan dilakukan setelah Presiden Prabowo kembali dari perjalanan dinasnya, termasuk menghadiri Sidang Umum PBB di New York, Amerika Serikat. “Tunggu Presiden datang saja,” tegasnya. Yusril memperkirakan pengumuman resmi paling lambat pada pertengahan Oktober 2025, di mana nama-nama komisioner akan disahkan melalui Keputusan Presiden (Keppres).
Pemerintah sudah mengantongi daftar calon anggota, yang jumlahnya diperkirakan 7 hingga 9 orang. Beberapa nama yang bocor termasuk eks Menko Polhukam Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie, serta eks Kapolri. Yusril sendiri disebut-sebut akan bergabung, meskipun detail lengkap belum diungkap secara resmi. “Saya nanti cek lagi, saya takutnya salah kalau saya ngomong,” ujar Bambang soal komposisi anggota.
Sinergi dengan Tim Internal Polri
Pembentukan komite ini tidak berdiri sendiri. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo baru-baru ini membentuk Tim Transformasi Reformasi Polri untuk mengidentifikasi masalah internal dan menerima masukan publik. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menegaskan bahwa kedua tim ini tidak bertentangan, melainkan saling melengkapi. “Tim transformasi dan reformasi Polri bentukan Listyo tidak bertentangan dengan Komite Reformasi Polri bentukan pemerintah,” katanya.
Bambang Eko menambahkan bahwa komite bentukan Presiden akan menjadi tim utama, sementara tim internal Polri berfungsi sebagai pendukung. Kapolri Sigit sendiri menyatakan kesiapannya menjalankan rekomendasi komite. “Polisi tentunya terbuka untuk melaksanakan apa yang tentunya nanti menjadi satu kesimpulan, satu rekomendasi, satu kebijakan,” ungkapnya di Mabes Polri pada Jumat (26/9/2025). Ia menekankan sikap institusi Polri yang terbuka terhadap kritik dan masukan dari pakar serta masyarakat.
Harapan dan Tantangan ke Depan
Pembentukan Komite Reformasi Polri ini diharapkan menjadi momentum bersejarah bagi penegakan hukum di Indonesia. Dengan fokus pada reformasi kultural, struktural, dan fungsional, komite diantisipasi mampu mengatasi isu-isu krusial seperti penyalahgunaan wewenang, terutama pada Korps Brimob yang menjadi sorotan. Namun, tantangannya tak kecil: memastikan rekomendasi tak hanya jadi wacana, tapi terealisasi dalam bentuk undang-undang baru.
Yusril menjamin tidak ada benturan antar tim, dan sinergi ini akan mempercepat proses. “Komite Reformasi Polri tidak akan bertabrakan dengan Tim Transformasi Kapolri,” tegasnya. Bagi masyarakat, langkah ini menjadi sinyal positif bahwa pemerintahan Prabowo serius mendengar aspirasi rakyat untuk Polri yang lebih akuntabel dan humanis.