Warga Adat Segel Tambang Pasir Merah di Maluku, Tuntutan untuk Keberlanjutan Lingkungan dan Hak Tanah

- Jurnalis

Minggu, 16 Februari 2025 - 19:26 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Aksi warga adat di Maluku semakin mendapat perhatian setelah mereka melakukan penyegelan tambang pasir merah yang berlokasi di kawasan tersebut.

Aksi warga adat di Maluku semakin mendapat perhatian setelah mereka melakukan penyegelan tambang pasir merah yang berlokasi di kawasan tersebut.

JAKARTA, koranmetro.com – Aksi warga adat di Maluku semakin mendapat perhatian setelah mereka melakukan penyegelan tambang pasir merah yang berlokasi di kawasan tersebut. Aksi ini dipicu oleh ketidakpuasan terhadap dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan tambang di wilayah mereka. Warga adat, yang dikenal dengan kearifan lokal dan kedaulatan tanah, menuntut agar tambang tersebut dihentikan demi menjaga keberlanjutan lingkungan serta hak-hak mereka atas tanah adat yang telah lama mereka kelola.

Kronologi Penyegelan Tambang Pasir Merah

Aksi penyegelan tambang pasir merah ini dilakukan oleh sejumlah komunitas adat yang mendiami wilayah sekitar tambang di Maluku. Warga adat, yang selama ini bergantung pada alam untuk kehidupan mereka, merasa bahwa aktivitas tambang mengancam keberlanjutan lingkungan, terutama sumber air dan tanah yang sangat penting bagi pertanian dan kehidupan sehari-hari mereka. Penyegelan tambang dilakukan dengan tujuan untuk menegaskan hak mereka atas tanah adat dan menuntut agar perusahaan tambang bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan terhadap ekosistem sekitar.

Menurut pernyataan yang disampaikan oleh perwakilan warga adat, aktivitas tambang pasir merah telah merusak hutan, mencemari sumber mata air, dan mengganggu keseimbangan alam yang selama ini mereka pelihara. Selain itu, mereka juga mengungkapkan bahwa keputusan untuk membuka tambang tersebut tidak pernah melibatkan konsultasi yang layak dengan komunitas adat, yang menambah ketegangan antara masyarakat setempat dan perusahaan tambang.

Dampak Lingkungan dan Sosial

Penyegelan tambang pasir merah oleh warga adat ini mencerminkan keresahan yang telah lama terpendam terkait dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan oleh kegiatan tambang. Di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Maluku, tambang pasir merah sering digunakan untuk kepentingan pembangunan infrastruktur dan proyek-proyek besar. Namun, tanpa pengelolaan yang hati-hati, kegiatan pertambangan ini sering kali menimbulkan kerusakan ekologis yang parah, termasuk hilangnya keanekaragaman hayati, kerusakan tanah, dan pencemaran air.

Baca Juga :  Pimpinan Komisi XI, Penerapan PPN 12% Dinilai Membebani Masyarakat Kecil

Selain itu, warga adat juga merasa bahwa hak mereka untuk mengelola tanah mereka sendiri sering kali diabaikan. Mereka menuntut pengakuan terhadap hak tanah adat mereka, yang selama ini telah dikelola secara turun-temurun tanpa campur tangan pihak luar. Dalam beberapa kasus, perusahaan tambang melakukan aktivitas tanpa izin yang sah atau tanpa memperoleh persetujuan dari komunitas adat setempat, yang semakin memperburuk ketidakpuasan masyarakat.

Tuntutan Warga Adat

Melalui aksi ini, warga adat menuntut beberapa hal penting, antara lain:

  1. Penghentian kegiatan tambang yang sudah berjalan, serta pembatalan izin operasional tambang yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah dan pusat tanpa melibatkan warga adat dalam proses konsultasi.

  2. Pemulihan lingkungan yang telah rusak akibat kegiatan tambang, termasuk reboisasi, pembersihan sungai yang tercemar, dan pemulihan sumber daya alam lainnya yang terdampak.

  3. Pengakuan terhadap hak tanah adat warga yang selama ini belum diakui oleh pemerintah, serta pembentukan aturan yang memberikan perlindungan lebih terhadap hak-hak masyarakat adat atas tanah mereka.

  4. Penyelesaian yang adil bagi warga adat yang terkena dampak langsung oleh tambang, termasuk kompensasi atau ganti rugi atas kerugian yang mereka alami.

Baca Juga :  Remisi untuk Koruptor Dikritik Eks Ketua KPK, Sistem Berpotensi Disalahgunakan dan Dibeli

Respon Pemerintah dan Perusahaan Tambang

Penyegelan tambang pasir merah oleh warga adat ini memunculkan berbagai reaksi dari pihak terkait. Pemerintah daerah Maluku dan pihak perusahaan tambang diharapkan untuk segera turun tangan dan melakukan dialog dengan komunitas adat untuk mencari solusi yang saling menguntungkan.

Beberapa pejabat pemerintah di Maluku mengungkapkan bahwa mereka berkomitmen untuk meninjau kembali izin yang telah dikeluarkan dan melakukan evaluasi terhadap dampak lingkungan yang timbul. Namun, hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi mengenai penghentian aktivitas tambang atau langkah konkret lainnya yang diambil untuk merespon tuntutan warga adat.

Sementara itu, perusahaan tambang yang terlibat dalam kegiatan di kawasan tersebut beralasan bahwa mereka telah memenuhi semua izin yang dibutuhkan dan berjanji untuk melakukan kegiatan pertambangan yang ramah lingkungan. Namun, perusahaan juga menyatakan akan menghormati hak-hak masyarakat adat dan berusaha menyelesaikan masalah ini melalui jalur mediasi.

Aksi penyegelan tambang pasir merah oleh warga adat di Maluku merupakan bentuk protes yang mengingatkan kita tentang pentingnya keberlanjutan lingkungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat atas tanah mereka. Isu ini harus segera diselesaikan dengan cara yang adil, dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat adat, keberlanjutan lingkungan, dan kepentingan pembangunan yang berkelanjutan. Komitmen semua pihak, baik pemerintah, perusahaan tambang, maupun masyarakat, sangat dibutuhkan untuk menciptakan solusi yang saling menguntungkan bagi semua pihak.

Berita Terkait

Bupati Pangandaran Tunda Keputusan, Menunggu Arahan Partai di Yogyakarta
Mendagri Peringatkan Kepala Daerah, Ketidakhadiran dalam Retreat Akan Berdampak Negatif
Pramono Anung, Peran Strategis dalam Komunikasi PDI-P dengan Kemendagri
Instruksi Tunda Retret, Tapi Beberapa Kepala Daerah PDIP Sudah Bergabung Lebih Dulu
Kepala Daerah PDIP Belum Gabung, Tapi Seragam dan Koper Sudah Standby di Akmil
Propam Sebut Anggota Polda Jateng Profesional soal Kasus Sukatani
Gubernur Lemhannas Siap Berikan Materi di Retret Kepala Daerah di Magelang
Kepastian Penyaluran Bansos, Mensos Tegaskan Efisiensi Tidak Mengganggu Honor Pendamping Sosial
Berita ini 1 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 22 Februari 2025 - 21:09 WIB

Bupati Pangandaran Tunda Keputusan, Menunggu Arahan Partai di Yogyakarta

Sabtu, 22 Februari 2025 - 20:51 WIB

Mendagri Peringatkan Kepala Daerah, Ketidakhadiran dalam Retreat Akan Berdampak Negatif

Sabtu, 22 Februari 2025 - 20:40 WIB

Instruksi Tunda Retret, Tapi Beberapa Kepala Daerah PDIP Sudah Bergabung Lebih Dulu

Sabtu, 22 Februari 2025 - 20:17 WIB

Kepala Daerah PDIP Belum Gabung, Tapi Seragam dan Koper Sudah Standby di Akmil

Sabtu, 22 Februari 2025 - 18:51 WIB

Propam Sebut Anggota Polda Jateng Profesional soal Kasus Sukatani

Berita Terbaru