JAKARTA, koranmetro.com – Pada peringatan 80 tahun kemenangan Perang Dunia II, yang diperingati sebagai Hari Kemenangan di Tiongkok, Presiden Xi Jinping memamerkan keunggulan teknologi militer negaranya melalui parade militer megah di Tiananmen Square, Beijing. Salah satu sorotan utama adalah debut resmi J-20S, jet siluman dua kursi pertama di dunia yang dikembangkan oleh Chengdu Aircraft Corporation. Pesawat ini menandai lompatan besar dalam inovasi teknologi penerbangan militer Tiongkok, menegaskan posisi negara tersebut sebagai kekuatan global dalam pengembangan persenjataan canggih.
Latar Belakang J-20S
Chengdu J-20, yang dikenal dengan nama “Mighty Dragon,” pertama kali diperkenalkan pada tahun 2011 dan resmi masuk layanan di Angkatan Udara Tentara Pembebasan Rakyat (PLAAF) pada tahun 2017. J-20 adalah jet siluman generasi kelima yang dirancang untuk misi superioritas udara dan serangan presisi. Varian dua kursi, yang diberi nama J-20S, mulai terdeteksi pada tahun 2021 melalui gambar-gambar tak resmi di media sosial, namun baru pada parade 3 September 2025 keberadaannya resmi dikonfirmasi oleh Kementerian Pertahanan Tiongkok.
J-20S menjadi jet siluman dua kursi pertama di dunia, sebuah inovasi yang membedakannya dari jet siluman lain seperti F-22 Raptor dan F-35 Lightning II milik Amerika Serikat, yang hanya tersedia dalam varian satu kursi. Kehadiran kursi tambahan membuka peluang baru dalam peran operasional, melampaui fungsi pelatihan pilot konvensional.
Fitur dan Kemampuan J-20S
Menurut Wu Jiwei, juru bicara Aviation Industry Corporation of China (AVIC), J-20S dirancang dengan kemampuan multifungsi, termasuk:
-
Superioritas Udara: J-20S memiliki kemampuan untuk mendominasi pertempuran udara dengan teknologi siluman yang meminimalkan pantulan radar (Radar Cross Section/RCS) melalui penggunaan material komposit dan desain diverterless supersonic inlet (DSI).
-
Serangan Presisi: Pesawat ini mampu menyerang target darat dan laut dengan presisi tinggi, didukung oleh sistem penargetan elektro-optik (EOTS) yang ditingkatkan.
-
Kontrol Drone Loyal Wingman: Kursi kedua memungkinkan awak tambahan untuk mengendalikan drone tempur seperti Hongdu GJ-11, yang berfungsi sebagai “loyal wingman” untuk misi berisiko tinggi, seperti penetrasi wilayah udara musuh atau serangan terhadap sistem pertahanan udara.
-
Jamming Elektronik dan Kesadaran Situasional: J-20S dapat berperan sebagai platform peperangan elektronik dan pusat komando taktis di medan perang, meningkatkan koordinasi dengan aset lain.
J-20S juga dilengkapi mesin WS-10C buatan Tiongkok, yang menggantikan mesin AL-31F buatan Rusia, mengurangi ketergantungan Tiongkok pada teknologi asing. Mesin ini memberikan performa sebanding dengan standar global, dengan potensi pengembangan lebih lanjut untuk teknologi thrust-vectoring.
Peran Strategis dan Inovasi
Para analis militer Tiongkok, seperti Zhang Xuefeng dan Fu Qianshao, menyebut J-20S sebagai “game-changer” yang mendekati standar jet generasi 5.5. Kursi kedua tidak hanya untuk pelatihan, tetapi juga memungkinkan pilot kedua bertindak sebagai komandan misi, mengelola formasi pesawat atau mengendalikan drone secara real-time. Konsep ini mirip dengan visi “system of systems” yang diadopsi oleh program Next Generation Air Dominance (NGAD) Amerika Serikat, di mana pesawat berawak dan tak berawak bekerja bersama untuk meningkatkan efektivitas tempur.
Selain itu, J-20S dapat digunakan sebagai platform peperangan elektronik, berfungsi sebagai jammer taktis atau pesawat peringatan dini skala kecil. Kemampuan ini sangat relevan dalam konteks konflik modern, di mana informasi dan dominasi spektrum elektromagnetik menjadi kunci kemenangan.
Makna Parade Militer 2025
Parade militer pada 3 September 2025, yang dihadiri oleh pemimpin seperti Vladimir Putin dan Kim Jong-un, bukan hanya perayaan sejarah, tetapi juga pernyataan strategis Tiongkok kepada dunia. Kehadiran J-20S bersama jet lain seperti J-35A dan J-20A, serta berbagai sistem senjata canggih seperti rudal HQ-9C dan drone tempur, menunjukkan kemajuan pesat modernisasi militer Tiongkok. Acara ini juga mencerminkan ambisi Presiden Xi Jinping untuk mencapai modernisasi penuh PLA pada tahun 2035.
Menurut laporan, parade ini sengaja dirancang untuk mengirim pesan kepada rival global, terutama Amerika Serikat, bahwa Tiongkok memiliki kekuatan militer yang matang dan siap tempur. Reaksi dari mantan Presiden AS Donald Trump di Truth Social, yang menuduh Xi, Putin, dan Kim “berkonspirasi melawan AS,” menunjukkan betapa signifikan dampak simbolis dari acara ini.
Implikasi Global
Debut J-20S menimbulkan pertanyaan tentang keseimbangan kekuatan udara global. Dengan kemampuan untuk mengendalikan drone dan melakukan misi multifungsi, J-20S dapat meningkatkan fleksibilitas operasional PLAAF di wilayah Indo-Pasifik, khususnya di Laut Tiongkok Selatan dan Timur. Ini menjadi tantangan baru bagi kekuatan udara Barat, yang saat ini tidak memiliki jet siluman dua kursi.
Namun, beberapa analis Barat, seperti Justin Bronk dari Royal United Services Institute, menilai bahwa pengungkapan J-20S secara terbuka mungkin merupakan langkah strategis untuk menunjukkan kepercayaan diri Tiongkok. Test penerbangan di siang hari dan kebocoran gambar sebelumnya menunjukkan bahwa Tiongkok tidak berusaha menyembunyikan kemajuan teknologinya, melainkan ingin memamerkannya sebagai bagian dari diplomasi militer.
Tantangan dan Masa Depan
Meski J-20S menunjukkan kemajuan besar, masih ada tantangan yang dihadapi Tiongkok, termasuk penyempurnaan teknologi mesin dan integrasi sistem drone yang lebih kompleks. Produksi massal J-20S juga akan bergantung pada kemampuan industri Tiongkok untuk memenuhi permintaan PLAAF tanpa mengorbankan kualitas.
Ke depannya, J-20S diperkirakan akan memainkan peran sentral dalam strategi militer Tiongkok, terutama dalam skenario konflik regional. Dengan kemampuan untuk mengendalikan drone dan melakukan misi peperangan elektronik, jet ini dapat mengubah dinamika pertempuran udara modern.
J-20S adalah bukti nyata ambisi Tiongkok untuk memimpin inovasi di bidang penerbangan militer. Dengan menggabungkan teknologi siluman, kemampuan multifungsi, dan konsep manned-unmanned teaming, jet ini tidak hanya memperkuat posisi PLAAF, tetapi juga menandai era baru dalam pengembangan jet tempur global. Di bawah kepemimpinan Xi Jinping, Tiongkok terus menunjukkan bahwa mereka bukan lagi sekadar mengejar, tetapi mulai memimpin dalam teknologi militer.