koranmetro.com – Kasus korupsi di lingkungan pemerintahan daerah masih terus menjadi sorotan publik di Indonesia. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara konsisten menindak berbagai praktik kriminal yang terkait dengan penyalahgunaan wewenang dan suap di berbagai tingkatan pemerintahan, termasuk pejabat daerah. Salah satu wilayah yang pernah mencatatkan nama pejabatnya dalam operasi penegakan hukum anti-korupsi adalah Bekasi, baik di tingkat Kota maupun Kabupaten. Berikut ini rangkuman nama-nama kepala daerah dari Bekasi yang pernah ditangkap atau ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
1. Mochtar Mohamad – Wali Kota Bekasi (2008–2012)
Mochtar Mohamad pernah menjabat sebagai Wali Kota Bekasi pada periode 2008 hingga 2012. Selama masa jabatannya, ia menjadi sorotan karena terlibat dalam kasus korupsi dan suap yang kemudian mengantarkannya pada vonis bersalah serta hukuman pidana. Kasus tersebut menandai salah satu operasi penegakan hukum awal terhadap pejabat kota di wilayah Bekasi oleh lembaga antirasuah nasional. Setelah proses hukum berjalan, Mochtar dijatuhi hukuman penjara dan sempat mengakhiri masa jabatannya lebih cepat dari yang seharusnya. Meski kemudian bebas dan kembali aktif secara politik di kemudian hari, kasusnya tetap menjadi catatan penting dalam upaya pemberantasan korupsi di tingkat daerah.
2. Rahmat Effendi – Wali Kota Bekasi (2012–2022)
Setelah periode Mochtar Mohamad, posisi Wali Kota Bekasi diteruskan oleh Rahmat Effendi. Ia menjabat sejak tahun 2012 hingga awal tahun 2022. Pada Januari 2022, Rahmat Effendi ditangkap oleh KPK dalam sebuah operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan kasus korupsi yang melibatkan pejabat pemerintahan setempat serta pihak swasta. Penangkapan ini dilakukan ketika ia masih menjabat, sehingga menjadi perhatian besar publik. KPK menduga adanya praktik suap yang terkait dengan posisi tertentu dan transaksi internal pemerintahan kota yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum. Penangkapan Effendi dan sejumlah pihak lainnya menunjukkan bahwa penegakan aturan terhadap kepala daerah berlaku tegas, tanpa memandang jabatan atau masa bakti.
3. Neneng Hassanah Yasin – Bupati Bekasi (2012–2018)
Di tingkat Kabupaten Bekasi, nama Neneng Hassanah Yasin juga tercatat sebagai salah satu kepala daerah yang pernah ditangkap oleh KPK. Ia menjabat sebagai Bupati Bekasi sejak tahun 2012 hingga 2018. Pada Oktober 2018, ia ditangkap oleh lembaga antirasuah atas tuduhan menerima suap terkait sejumlah izin proyek besar di wilayah tersebut. Kasus ini mencuat ke publik sebagai bagian dari operasi pemberantasan korupsi yang lebih luas di sejumlah daerah, dan berujung pada penetapan status tersangka hingga proses hukum berjalan di pengadilan. Penangkapan Neneng menjadi momentum penting bagi upaya penegakan hukum di tingkat kabupaten, dan menegaskan bahwa praktik suap maupun penyalahgunaan wewenang tidak ditoleransi.
Dampak dan Pembelajaran
Penangkapan para pejabat daerah dari Bekasi oleh KPK mencerminkan tantangan besar dalam upaya pemberantasan korupsi di tingkat pemerintahan lokal. Kasus-kasus ini tidak hanya berdampak pada individu yang terjerat hukum, tetapi juga menjadi pelajaran bagi aparatur pemerintah lainnya untuk memperkuat integritas, transparansi, dan akuntabilitas dalam menjalankan tugas publik. Lembaga antirasuah terus menegaskan bahwa tindak pidana korupsi melemahkan kepercayaan masyarakat, menghambat pembangunan, serta merugikan keuangan negara.
Masyarakat pun diharapkan semakin sadar akan pentingnya mendukung upaya pencegahan korupsi, baik melalui pengawasan publik maupun partisipasi aktif dalam proses demokrasi. Penegakan hukum yang konsisten terhadap kepala daerah, seperti yang terlihat pada kasus-kasus di Bekasi, menjadi bagian dari strategi nasional untuk menciptakan pemerintahan yang lebih bersih, efektif, dan berpihak kepada kepentingan rakyat.
Pesan Penting
Kasus yang terjadi di Bekasi menegaskan pentingnya integritas dalam pemerintahan daerah. Dalam sistem demokrasi yang sehat, kepala daerah memegang amanah besar dari masyarakat. Ketika amanah itu dicederai oleh praktik korupsi, konsekuensinya tidak hanya hukum bagi pejabat yang bersangkutan, tetapi juga mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap institusi publik. Oleh karena itu, kesadaran kolektif untuk mendukung transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan publik menjadi sangat penting agar tragedi serupa dapat diminimalkan di masa mendatang.









