koranmetro.com – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (HUT RI) ke-80 pada 17 Agustus 2025, sebuah fenomena menarik muncul di media sosial, bendera bajak laut dari anime dan manga populer One Piece berkibar di sejumlah wilayah, terutama di belakang truk-truk besar. Simbol Jolly Roger milik kru Topi Jerami, yang dipimpin oleh Monkey D. Luffy, menjadi perbincangan hangat. Namun, fenomena ini memicu polemik ketika Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menyebutnya sebagai upaya sistematis untuk memecah belah persatuan bangsa. Menariknya, simbol yang sama pernah digunakan oleh Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka selama kampanye Pilpres 2024, menimbulkan pertanyaan: apakah simbol One Piece benar-benar berbahaya, atau hanya ekspresi kreatif?
Asal-Usul Simbol Jolly Roger Topi Jerami
Dalam dunia One Piece, karya Eiichiro Oda, Jolly Roger adalah lambang visual yang mewakili identitas sebuah kru bajak laut. Bendera Topi Jerami menampilkan tengkorak tersenyum dengan topi jerami jingga berpita merah, mencerminkan karakter utama, Monkey D. Luffy. Topi jerami ini, yang diwariskan dari Gol D. Roger melalui Shanks kepada Luffy, melambangkan impian, kebebasan, dan solidaritas. Berbeda dengan Jolly Roger tradisional yang diasosiasikan dengan kekerasan, simbol Topi Jerami menggambarkan petualangan, perlawanan terhadap tirani, dan persahabatan. Dalam cerita, kru Topi Jerami sering membela kaum tertindas dan menentang Pemerintah Dunia, organisasi fiktif yang korup. Desain sederhana namun khas ini, digambar oleh karakter Usopp, menjadi ikon budaya pop global, termasuk di Indonesia, tempat One Piece memiliki basis penggemar yang besar.
Gibran dan Simbol One Piece
Simbol Jolly Roger Topi Jerami mendapat sorotan di Indonesia ketika Gibran Rakabuming Raka, saat itu calon wakil presiden, mengenakan pin bergambar simbol tersebut pada 21 Januari 2024, saat berkunjung ke rumah Prabowo Subianto di Jakarta. Pin tersebut, yang disematkan pada kemeja biru mudanya, menarik perhatian publik karena mencerminkan gaya Gibran yang dekat dengan budaya pop, seperti penggunaan jaket Naruto sebelumnya. Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Nusron Wahid, menjelaskan bahwa penggunaan atribut anime ini terinspirasi dari warganet yang mengaitkan tokoh-tokoh anime dengan pemimpin nasional, seperti presiden RI yang disamakan dengan hokage di Naruto. Penggunaan pin ini awalnya dianggap sebagai cara Gibran untuk terhubung dengan generasi muda, khususnya penggemar anime. Namun, penggunaan simbol yang sama kini menjadi bahan kontroversi.
Kontroversi: Simbol Pemecah Belah?
Pada Juli 2025, menjelang HUT RI, bendera Jolly Roger Topi Jerami mulai muncul di berbagai daerah, terutama di belakang truk. Fenomena ini menjadi viral di media sosial, khususnya TikTok, memicu beragam reaksi. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, pada 31 Juli 2025, menyatakan bahwa pemasangan bendera ini bukanlah tren biasa, melainkan indikasi gerakan sistematis untuk memecah belah persatuan bangsa. Menurut Dasco, lembaga intelijen mendeteksi adanya upaya terorganisir, bahkan dengan kemungkinan keterlibatan pihak luar yang tidak ingin Indonesia maju. Ia mengimbau masyarakat untuk tidak terprovokasi dan menjaga solidaritas nasional.
Pernyataan Dasco menuai kritik dari berbagai kalangan. Netizen di media sosial, khususnya di platform X, menyoroti kontradiksi dengan menyebarkan foto Gibran yang memakai pin One Piece. Komentar seperti “Gibran aja pakai pin One Piece dan ga dibilang makar” atau “Ini pak ketuanya” mencerminkan skeptisisme publik terhadap tuduhan bahwa simbol ini berbahaya. Pakar hukum dari UIN Sunan Kalijaga, Gugun El Guyanie, berpendapat bahwa fenomena ini justru merupakan respons masyarakat terhadap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak aspiratif. Menurutnya, kebijakan otoriter lah yang sebenarnya dapat memecah belah bangsa, bukan simbol budaya pop seperti One Piece.
Makna Simbol One Piece dalam Konteks Indonesia
Dalam One Piece, Jolly Roger Topi Jerami bukan hanya lambang bajak laut, tetapi juga simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan semangat kebebasan. Di Indonesia, pengibaran bendera ini oleh masyarakat dapat dilihat sebagai ekspresi kreatif atau bahkan kritik sosial terhadap pemerintah, terutama di tengah ketegangan politik menjelang HUT RI. Beberapa pengamat, seperti dalam editorial JakartaSatu, menyebut fenomena ini sebagai “gerakan moral” yang mencerminkan aspirasi kebebasan dan kritik terhadap otoritas. Namun, dalam perspektif fikih siyasah, penggunaan simbol asing seperti Jolly Roger dianggap berpotensi mengaburkan identitas nasional, terutama jika menggantikan simbol negara seperti bendera Merah Putih.
Tanggapan dan Solusi
Bahtiar Baharuddin, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, menekankan pentingnya fokus pada persatuan nasional di tengah tantangan besar yang dihadapi Indonesia. Ia mengajak masyarakat untuk mengedepankan semangat kebangsaan di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran. Sementara itu, pendekatan edukatif dan kolaboratif disarankan untuk meredakan polemik ini, alih-alih menstigmatisasi penggemar One Piece sebagai ancaman. Dengan memahami konteks budaya pop dan dialog terbuka, pemerintah dapat menjembatani perbedaan antara nilai kebangsaan dan ekspresi kreatif masyarakat.
Fenomena bendera One Piece di Indonesia menunjukkan bagaimana budaya pop dapat memicu perdebatan politik dan sosial. Simbol Jolly Roger Topi Jerami, yang pernah digunakan Gibran sebagai bagian dari kampanye, kini menjadi sorotan karena dianggap sebagai alat pemecah belah oleh sebagian pihak. Namun, bagi penggemar dan sebagian masyarakat, simbol ini justru mencerminkan kebebasan, solidaritas, dan kritik terhadap otoritas. Polemik ini menggarisbawahi pentingnya dialog antara pemerintah dan masyarakat untuk memahami makna simbol budaya dalam konteks nasionalisme, sambil menjaga persatuan di tengah perbedaan pandangan.