JAKARTA, koranmetro.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menggali fakta dalam kasus suap yang melibatkan buronan Harun Masiku dan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto. Salah satu kunci penyidikan adalah keterangan dari Saeful Bahri, mantan kader PDI-P yang telah divonis bersalah dalam kasus suap terkait penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW) periode 2019-2024. KPK mengungkapkan bahwa sebagian dana suap yang digunakan untuk meloloskan Harun Masiku diduga berasal dari Hasto Kristiyanto.
Latar Belakang Kasus
Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 8 Januari 2020, yang menjaring Wahyu Setiawan, mantan Komisioner KPU, bersama beberapa pihak lain, termasuk Saeful Bahri. Suap tersebut bertujuan untuk memastikan Harun Masiku ditetapkan sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I, menggantikan Riezky Aprilia. Total suap yang diberikan mencapai SGD 57.350 (setara Rp600 juta), yang disalurkan melalui perantara seperti Agustiani Tio Fridelina, mantan anggota Bawaslu.
Harun Masiku hingga kini masih buron, sementara Saeful Bahri telah menjalani hukuman penjara selama 20 bulan dan kini bebas. Pada Desember 2024, KPK menetapkan Hasto Kristiyanto dan advokat Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru, dengan tuduhan suap dan perintangan penyidikan.
Keterangan Saeful Bahri
Menurut keterangan Saeful Bahri kepada penyidik KPK, sebagian dana suap berasal dari Hasto Kristiyanto. Mantan penyidik KPK, Ronald Paul Sinyal, yang menangani kasus ini pada 2020, menyebutkan bahwa hampir 50 persen dari Rp1 miliar yang digunakan untuk menyuap Wahyu Setiawan diduga disediakan oleh Hasto. Saeful, sebagai perantara, mengaku menerima instruksi dari Hasto untuk mengatur penyerahan uang tersebut.
Pada 16 Desember 2019, Hasto disebut menghubungi Saeful dan menyebutkan adanya dana Rp600 juta, di mana Rp200 juta digunakan untuk “penghijauan” kantor PDI-P, dan Rp400 juta diserahkan melalui Kusnadi, staf Hasto, kepada Donny Tri Istiqomah. Saeful kemudian meminta Donny menukar uang tersebut menjadi dolar Singapura, yang kemudian diserahkan kepada Wahyu Setiawan melalui Agustiani Tio. Saeful juga menghubungi Harun Masiku untuk mengonfirmasi penerimaan dana, yang dijawab Harun dengan instruksi untuk “melanjutkan.”
Peran Hasto Kristiyanto
KPK menyebut Hasto sebagai pengatur utama dalam skema suap ini. Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menyatakan bahwa Hasto mengendalikan Donny Tri Istiqomah untuk melobi Wahyu Setiawan dan mengatur penyerahan uang suap. Selain itu, Hasto juga didakwa melakukan perintangan penyidikan dengan memerintahkan Harun Masiku dan stafnya, Kusnadi, untuk merendam ponsel mereka guna menghindari pelacakan KPK. Tindakan ini dilakukan setelah KPK mendapatkan informasi tentang komunikasi antara Wahyu Setiawan dan pihak terkait suap.
Hasto juga diduga memerintahkan Saeful untuk menemui Riezky Aprilia di Singapura agar Riezky mundur dari posisinya, namun permintaan ini ditolak. Keterlibatan Hasto semakin terang setelah KPK memeriksa kembali Saeful pada Januari 2025 sebagai saksi dalam penyidikan lanjutan.
Bantahan dari Hasto
Hasto Kristiyanto membantah semua tuduhan KPK dan menyebut kasus ini sebagai bentuk kriminalisasi hukum. Kuasa hukum Hasto, Febri Diansyah, menegaskan bahwa dakwaan KPK tidak konsisten. Menurut Febri, berdasarkan sidang Wahyu Setiawan dan Agustiani Tio pada 2020, sumber uang suap jelas berasal dari Harun Masiku, bukan Hasto. Febri juga menyoroti bahwa jumlah suap yang disebutkan jaksa, yakni Rp600 juta, ternyata hanya Rp200 juta yang terbukti diserahkan pada 17 Desember 2019, menurut keterangan Wahyu dan Agustiani.
Tim hukum Hasto juga menuding KPK telah mengubah narasi sumber dana suap untuk menjerat Hasto, yang mereka anggap sebagai politisasi hukum. Hasto sendiri menyatakan kesiapannya mengikuti proses hukum demi membuktikan bahwa tuduhan terhadapnya tidak berdasar.
Perkembangan Penyidikan
Penyidikan KPK masih berfokus pada pengumpulan bukti tambahan. Saeful Bahri telah diperiksa beberapa kali, termasuk pada 23 Januari 2025, untuk mendalami perannya dan keterlibatan Hasto. Namun, Saeful sempat absen dalam sidang lanjutan pada Mei 2025, yang memperlambat proses persidangan. KPK juga memanggil saksi lain, seperti mantan Ketua KPU Arief Budiman dan terpidana lain dalam kasus ini, untuk memperkuat bukti.
Sementara itu, upaya pencarian Harun Masiku terus dilakukan. KPK menemukan mobil yang diduga milik Harun di Thamrin Residence pada Juni 2024, yang berisi dokumen penting, namun keberadaan Harun tetap misterius. Polri menyatakan Harun kemungkinan masih di Indonesia, meskipun ada dugaan ia menggunakan identitas palsu untuk melarikan diri.
Implikasi Kasus
Kasus ini menimbulkan polemik, terutama karena melibatkan tokoh politik senior seperti Hasto Kristiyanto. Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, menyebut penetapan Hasto sebagai tersangka sarat dengan muatan politik. Di sisi lain, KPK bersikukuh bahwa penetapan tersangka didasarkan pada bukti hukum yang kuat.
Kasus Harun Masiku juga mencerminkan tantangan KPK dalam menangani korupsi politik, terutama ketika tersangka utama masih buron. Keberhasilan KPK dalam membuktikan keterlibatan Hasto dan menangkap Harun akan menjadi ujian kredibilitas lembaga antirasuah ini.
Keterangan Saeful Bahri menjadi salah satu pilar penting dalam penyidikan KPK terhadap kasus suap Harun Masiku. Meskipun Saeful telah memberikan keterangan yang mengarah pada keterlibatan Hasto Kristiyanto, bantahan dari pihak Hasto dan inkonsistensi dakwaan KPK menambah kompleksitas kasus ini. Dengan sidang yang masih berlangsung dan Harun Masiku yang belum tertangkap, publik menantikan apakah KPK dapat mengungkap kebenaran di balik skandal suap ini.