JAKARTA, koranmetro.com – Hakim Eko Aryanto menjadi sorotan publik setelah menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Harvey Moeis dalam kasus korupsi tata niaga timah yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. Putusan tersebut dibacakan pada 23 Desember 2024 di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Latar Belakang Pendidikan dan Karier
Eko Aryanto lahir di Malang, Jawa Timur, pada 25 Mei 1968. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana Hukum Pidana di Universitas Brawijaya pada 1987, kemudian melanjutkan studi magister di IBLAM School of Law pada 2002, dan meraih gelar doktor di bidang Ilmu Hukum dari Universitas 17 Agustus 1945 pada 2015.
Kariernya dimulai sebagai Ketua Pengadilan Negeri Tulungagung pada 2017. Selama menjabat, Eko dikenal aktif meningkatkan transparansi dan keadilan di lingkungan peradilan. Ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Pengadilan Negeri di Pandeglang (2009), Blitar (2015), Mataram (2016), dan Tulungagung (2017).
Kasus Harvey Moeis
Dalam kasus korupsi tata niaga timah, Eko Aryanto menjatuhkan vonis 6,5 tahun penjara kepada Harvey Moeis, yang juga dikenakan denda Rp1 miliar dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar. Vonis ini lebih ringan dibandingkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang meminta hukuman 12 tahun penjara.
Harta Kekayaan
Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) per 31 Desember 2023, Eko Aryanto tercatat memiliki harta kekayaan senilai Rp2.876.000.000, yang terdiri dari tanah dan bangunan, alat transportasi, dan kas setara kas.
Keputusan Eko Aryanto dalam kasus Harvey Moeis menuai berbagai reaksi dari masyarakat, dengan banyak pihak menilai vonis tersebut terlalu ringan mengingat besarnya kerugian negara yang ditimbulkan. Hal ini memicu diskusi publik mengenai penerapan keadilan dalam kasus tindak pidana korupsi di Indonesia.