JAKARTA, koranmetro.com – Kasus anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Wahyudin Moridu, menarik perhatian publik setelah laporan harta kekayaannya di Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) menunjukkan harta bersihnya minus Rp 2 juta. Informasi ini muncul menyusul video viral di media sosial di mana Wahyudin mengaku ingin “merampok uang negara”.
Berdasarkan data LHKPN per 31 Desember 2024, aset yang dilaporkan Wahyudin mencakup rumah warisan senilai Rp 180 juta di Boalemo dan kas atau setara kas sebesar Rp 18 juta. Namun, dia melaporkan utang pribadi sebesar Rp 200 juta, sehingga total harta kekayaannya dinilai negatif atau minus Rp 2 juta.
Menanggapi ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan akan memeriksa lebih lanjut kebenaran laporan LHKPN Wahyudin. Jubir KPK, Budi Prasetyo, menekankan pentingnya kejujuran dalam pelaporan harta penyelenggara negara agar kewajiban ini tak hanya sekadar formalitas.
Selain KPK, partai politik Wahyudin, PDIP, juga mengambil tindakan. Setelah video viral, PDIP memutuskan untuk memecat Wahyudin Moridu sebagai kader dan anggota DPRD. Proses Pergantian Antar Waktu (PAW) juga akan dilakukan untuk menggantikan jabatan yang ditinggalkannya.
Kasus ini menjadi sorotan bukan hanya karena jumlah nilai minus yang relatif kecil, namun juga karena implikasi etika dan demokrasi dalam pelaporan kekayaan publik. Publik menuntut agar pejabat melakukan transparansi yang sebenar-benarnya. Ke depan, KPK diharapkan dapat memastikan bahwa pelaporan kekayaan penyelenggara negara mencerminkan kondisi nyata, termasuk aset, utang, dan semua kewajiban finansial agar kredibilitas pejabat dan kepercayaan