JAKARTA, koranmetro.com – Pasar kripto kembali berguncang. Harga Bitcoin (BTC) yang sempat menyentuh puncak $126.296 pada 6 Oktober 2025, kini terpuruk ke kisaran $87.390 pada awal November—penurunan lebih dari 30% dalam waktu singkat. Dampaknya? Kekayaan Satoshi Nakamoto, pencipta anonim Bitcoin, tergerus habis-habisan hingga mencapai $41 miliar atau sekitar Rp 714 triliun (dengan kurs Rp 17.400 per dolar AS). Ini bukan sekadar angka; ini adalah pengingat pahit tentang volatilitas kripto yang bisa mengubah miliarder menjadi “miskin” dalam semalam. Siapa Satoshi? Mengapa dompetnya tetap diam? Dan apa artinya ini bagi masa depan Bitcoin? Mari kita bedah fakta di balik badai ini.
Penurunan Dramatis: Dari Puncak ke Jurang
Bitcoin, aset digital pertama di dunia, telah menjadi simbol kekayaan instan sejak lahir pada 2009. Pada Oktober lalu, saat BTC mencapai all-time high (ATH) $126.296, total holdings Satoshi—diperkirakan 1,1 juta BTC—menggelembung menjadi $138,92 miliar. Itu cukup untuk menjadikannya orang terkaya ke-11 di dunia, melebihi banyak miliarder terkenal seperti Bill Gates.
Tapi, seperti biasa, euforia kripto diikuti koreksi brutal. Pada akhir November 2025, BTC anjlok ke $80.000-an, menghapus seluruh keuntungan tahun ini (YTD) dan mencatat penurunan 12% secara keseluruhan. Ethereum (ETH) pun tak luput, turun hampir 19%. Penyebab utama? Kombinasi faktor makro: ketakutan resesi global, regulasi ketat dari SEC AS terhadap ETF kripto, dan aksi jual panik dari “whale” institusional. Hasilnya, kekayaan Satoshi tergerus $41 miliar—setara Rp 714 triliun—membuatnya turun ke peringkat 20 terkaya dunia, tepat di bawah Gates.
Ini bukan yang pertama. Sejak 2010, dompet-dompet awal Satoshi (dikenal sebagai “Patoshi Pattern”) tak pernah bergerak. Analis seperti Sergio Lerner dari RSK Labs mengidentifikasi lebih dari 22.000 alamat yang kemungkinan dikuasai satu entitas, tapi tetap dormant. Apakah Satoshi hilang akses? Atau sengaja menahan untuk menghindari manipulasi pasar? Misteri ini justru makin menambah daya tariknya.
Siapa Satoshi Nakamoto? Legenda yang Tak Terlihat
Satoshi Nakamoto adalah pseudonym pencipta Bitcoin, yang merilis whitepaper pada 2008 dan mining blok genesis tahun berikutnya. Identitasnya? Masih teka-teki terbesar kripto. Teori populer: Hal Finney (programmer yang menerima transaksi BTC pertama), Nick Szabo (pencipta Bit Gold), atau bahkan sekelompok orang. Yang pasti, Satoshi menghilang pada 2011, meninggalkan jaringan yang kini bernilai triliunan.
Holdings-nya, sekitar 5% dari total suplai BTC (21 juta koin), tak tersentuh. Jika dijual, bisa memicu crash total. Tapi justru ketidakbergerakannya ini yang membuat analis seperti Arkham Intelligence yakin: Ini milik Satoshi. Pada puncaknya, kekayaan ini melebihi Elon Musk atau Jeff Bezos. Kini, setelah penurunan, nilainya “hanya” $95,8 miliar—masih cukup untuk beli puluhan negara kecil.
Dampak Global: Dari Investor Kecil hingga Pasar Keuangan
Penurunan ini bukan cuma menyakiti Satoshi yang tak terlihat. Investor ritel di Indonesia, misalnya, banyak yang rugi miliaran rupiah setelah FOMO (fear of missing out) di ATH. Pasar kripto global kehilangan $1 triliun kapitalisasi dalam sepekan, memicu efek domino ke saham tech seperti MicroStrategy (pemegang BTC terbesar kedua).
Di sisi lain, ini membuka debat etis: Haruskah kekayaan anonim seperti Satoshi masuk daftar miliarder Forbes? Forbes sendiri menolak, karena “belum diverifikasi apakah Satoshi hidup atau satu orang.” Tapi platform seperti Bitget dan Arkham tetap memasukkannya, memicu diskusi tentang transparansi kripto. Bahkan, film “Killing Satoshi” yang rilis 2026 akan mengeksplorasi implikasi geopolitik dari harta karun dormant ini—termasuk risiko quantum computing yang bisa retas dompet lama.
Kejadian ini menggarisbawahi esensi kripto: High risk, high reward. Satoshi, siapa pun dia, tak panik jual—mungkin karena keyakinan pada visi Bitcoin sebagai “uang digital peer-to-peer.” Bagi investor biasa, pelajarannya jelas: Diversifikasi, jangan leverage berlebih, dan ingat bahwa BTC pernah bangkit dari $3.000 (2018) ke $126.000 (2025).
Analis optimis: Dengan halving BTC ke-5 pada 2028 dan adopsi institusional, rebound bisa datang cepat. Satoshi bisa kembali jadi orang terkaya hidup. Tapi untuk sekarang, Rp 714 triliun yang hilang adalah pengingat: Di dunia kripto, kekayaan bisa datang dan pergi seperti angin.









