JAKARTA, koranmetro.com – Dalam sebuah pernyataan yang mengejutkan, Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un menegaskan bahwa Korea Selatan adalah “musuh utama” negaranya dan menolak ide reunifikasi dengan selatan. Pernyataan ini disampaikan dalam pertemuan dengan para pejabat militer tinggi di Pyongyang, dan menandakan perubahan signifikan dalam retorika yang biasanya lebih terbuka terhadap dialog.
Kim Jong Un mengklaim bahwa kebijakan dan tindakan Korea Selatan, terutama yang didukung oleh Amerika Serikat, mengancam kedaulatan dan keamanan Korea Utara. Ia menyebutkan bahwa tentara Korea Utara harus mempersiapkan diri menghadapi potensi konflik dan meningkatkan kemampuan militer mereka. “Kita tidak bisa lagi berpikir tentang reunifikasi yang damai. Kita harus mengakui bahwa mereka adalah musuh kita,” tegas Kim.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea, di mana latihan militer bersama antara Korea Selatan dan Amerika Serikat semakin sering dilakukan. Kim mengingatkan kepada pasukan bersenjata untuk selalu waspada dan siap menghadapi kemungkinan provokasi dari selatan.
Lebih lanjut, Kim juga menggarisbawahi pentingnya memperkuat kekuatan militer sebagai langkah pencegahan. Dia meminta untuk mempercepat program pengembangan senjata nuklir sebagai bagian dari strategi pertahanan nasional. “Kekuatan militer kita adalah jaminan untuk keberlangsungan dan kemerdekaan bangsa kita,” katanya.
Pernyataan ini mendapatkan reaksi beragam dari komunitas internasional, dengan beberapa negara mendesak agar kedua belah pihak kembali ke meja perundingan untuk meredakan ketegangan. Para analis memperingatkan bahwa sikap agresif ini dapat meningkatkan risiko konflik bersenjata di kawasan yang sudah tegang.
Dengan semakin berkembangnya situasi di Semenanjung Korea, banyak yang mempertanyakan masa depan hubungan antara Korea Utara dan Selatan. Kim Jong Un kini menegaskan bahwa ide reunifikasi sudah usang, dan fokus utama mereka adalah memperkuat pertahanan menghadapi musuh yang dianggap semakin agresif.
Pernyataan ini menambah kompleksitas situasi geopolitik di Asia Timur, di mana hubungan antara kekuatan besar seperti Amerika Serikat, China, dan Rusia juga memainkan peranan penting dalam dinamika di Semenanjung Korea.