Kritik Wakil Ketua MPR, Kampus Terbiasa Rasional, Tapi Belum Siap Kelola Tambang

- Jurnalis

Selasa, 28 Januari 2025 - 21:27 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) baru-baru ini menyoroti peran perguruan tinggi dalam pengelolaan sumber daya alam,

Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) baru-baru ini menyoroti peran perguruan tinggi dalam pengelolaan sumber daya alam,

JAKARTA, koranmetro.com – Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) baru-baru ini menyoroti peran perguruan tinggi dalam pengelolaan sumber daya alam, khususnya tambang. Menurutnya, meskipun kampus dikenal sebagai lembaga yang terbiasa berpikir rasional dan ilmiah, hal itu belum tentu menjamin kesiapan mereka untuk mengelola sektor pertambangan yang kompleks dan penuh tantangan.

Rasionalitas Kampus vs Kompleksitas Pengelolaan Tambang

Dalam pidatonya, Wakil Ketua MPR mengapresiasi peran kampus dalam menghasilkan penelitian dan inovasi yang berbasis data serta rasionalitas. Namun, ia mengingatkan bahwa pengelolaan tambang tidak hanya membutuhkan kemampuan akademis, tetapi juga pemahaman mendalam tentang aspek teknis, lingkungan, sosial, dan hukum.

“Kampus terbiasa dengan pendekatan rasional dan ilmiah, tapi pengelolaan tambang itu multidimensi. Butuh lebih dari sekadar teori dan penelitian. Ada aspek lingkungan yang harus dijaga, ada kepentingan masyarakat lokal, dan tentu saja ada aturan hukum yang harus dipatuhi,” ujarnya.

Tantangan yang Dihadapi

Wakil Ketua MPR menyebutkan beberapa tantangan yang mungkin dihadapi kampus jika terlibat langsung dalam pengelolaan tambang:

  1. Aspek Lingkungan: Pertambangan sering kali menimbulkan dampak lingkungan yang serius, seperti kerusakan ekosistem dan pencemaran. Kampus perlu memiliki keahlian khusus untuk meminimalkan dampak tersebut.
  2. Konflik Sosial: Keberadaan tambang sering kali memicu konflik dengan masyarakat lokal, terutama terkait pembagian keuntungan dan dampak sosial. Kampus harus siap menghadapi dinamika ini.
  3. Regulasi yang Kompleks: Industri pertambangan diatur oleh sejumlah peraturan yang rumit, mulai dari izin operasi hingga pembagian royalti. Kampus perlu memahami betul regulasi ini agar tidak melanggar hukum.
  4. Manajemen Risiko: Pengelolaan tambang melibatkan risiko tinggi, baik dari segi keuangan, operasional, maupun keselamatan. Kampus harus memiliki kemampuan manajemen risiko yang mumpuni.
Baca Juga :  Kemlu Respons Cepat atas Pengakuan WNI Tanjung Pinang yang Disekap di Kamboja

Peran Kampus yang Ideal

Meskipun mengkritik, Wakil Ketua MPR tidak menafikan potensi besar kampus untuk berkontribusi dalam pengelolaan tambang. Ia menyarankan agar kampus berperan sebagai mitra strategis melalui:

  1. Penelitian dan Inovasi: Kampus dapat mengembangkan teknologi ramah lingkungan untuk mengurangi dampak negatif pertambangan.
  2. Pendidikan dan Pelatihan: Menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten di bidang pertambangan melalui program studi dan pelatihan khusus.
  3. Advokasi dan Pengawasan: Kampus dapat berperan sebagai pengawas independen untuk memastikan praktik pertambangan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Baca Juga :  Dina Mariana, Penyanyi Era 70'an Meninggal Dunia: Ini 5 Fakta Menarik Tentangnya

Kolaborasi dengan Pemerintah dan Swasta

Wakil Ketua MPR menekankan pentingnya kolaborasi antara kampus, pemerintah, dan sektor swasta. “Kampus tidak harus mengelola tambang sendiri. Mereka bisa bekerja sama dengan pemerintah dan perusahaan swasta yang sudah berpengalaman. Dengan begitu, keahlian akademis bisa disinergikan dengan praktik di lapangan,” ujarnya.

Dampak Jangka Panjang

Jika kampus mampu menjalankan perannya dengan baik, kontribusi mereka dapat membawa dampak positif bagi industri pertambangan di Indonesia. Mulai dari peningkatan efisiensi, pengurangan dampak lingkungan, hingga peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar tambang.

Namun, Wakil Ketua MPR mengingatkan, “Jangan sampai kampus terjebak dalam romantisme akademis. Pengelolaan tambang butuh pendekatan yang holistik dan realistis. Rasionalitas saja tidak cukup.”

Berita Terkait

Total Peserta Retret Kepala Daerah Gelombang Dua 84 Orang
Evakuasi WNI dari Iran via Jalur Darat, Respons Cepat di Tengah Konflik
Suara Etik Indonesia di Tengah Krisis Israel-Iran, Diplomasi Perdamaian dan Stabilitas Global
KPK Periksa Lima Saksi Terkait Dugaan Pemerasan Izin Tenaga Kerja Asing di Kemenaker
Prabowo Lakukan Kunjungan Kenegaraan ke Singapura, Perkuat Hubungan Bilateral
Hakim Djuyamto Serahkan Uang Suap Vonis Lepas CPO Rp2 M ke Kejagung
Tragedi di Jayawijaya, Dua Pekerja Gereja Tewas Ditembak Kelompok Separatis
Megawati Soekarnoputri, Memimpin PDI-P di Tengah Dinamika Politik Indonesia
Berita ini 2 kali dibaca

Berita Terkait

Minggu, 22 Juni 2025 - 16:21 WIB

Total Peserta Retret Kepala Daerah Gelombang Dua 84 Orang

Kamis, 19 Juni 2025 - 14:28 WIB

Evakuasi WNI dari Iran via Jalur Darat, Respons Cepat di Tengah Konflik

Rabu, 18 Juni 2025 - 13:44 WIB

Suara Etik Indonesia di Tengah Krisis Israel-Iran, Diplomasi Perdamaian dan Stabilitas Global

Senin, 16 Juni 2025 - 15:37 WIB

KPK Periksa Lima Saksi Terkait Dugaan Pemerasan Izin Tenaga Kerja Asing di Kemenaker

Minggu, 15 Juni 2025 - 19:50 WIB

Prabowo Lakukan Kunjungan Kenegaraan ke Singapura, Perkuat Hubungan Bilateral

Berita Terbaru

Perang antara Iran dan Israel yang meletus pada 13 Juni 2025 telah meninggalkan luka mendalam bagi warga Teheran.

INTERNASIONAL

Teheran Bangkit, Kisah Kehidupan Warga Pasca-Perang Iran-Israel

Sabtu, 28 Jun 2025 - 13:39 WIB

Insiden tragis terjadi di Gunung Rinjani, Lombok, ketika seorang pendaki wanita bernama Juliana terjatuh saat menuruni jalur curam di kawasan Plawangan Sembalun.

Uncategorized

Juliana Jatuh di Rinjani, Basarnas Evaluasi Operasi Penyelamatan

Kamis, 26 Jun 2025 - 17:24 WIB