JAKARTA, koranmetro.com – Presiden Donald Trump mengumumkan pengiriman 800 pasukan Garda Nasional ke Washington, D.C., dengan alasan mengatasi gelombang kekerasan oleh “gangster dan kriminal berdarah dingin” yang konon merajalela di ibu kota AS. Dalam pernyataannya, Trump menyampaikan bahwa kota tersebut berada dalam situasi darurat keamanan publik sehingga memicu pengambilalihan sementara Departemen Kepolisian Metropolitan (MPD) oleh pemerintah.
Langkah ini juga meliputi penunjukan Jaksa Agung Pam Bondi sebagai pengawas departemen kepolisian D.C., sekaligus menyatakan keadaan darurat untuk jangka waktu hingga 30 hari berdasarkan Undang-Undang Home Rule D.C. Meskipun demikian, data resmi menyebutkan bahwa tingkat kejahatan kekerasan di Washington menurun signifikan sejak 2023, mencapai rekor terendah dalam 30 tahun terakhir .
Pasukan Garda Nasional yang dikerahkan berada di bawah otoritas Title 32, sehingga resmi berada dalam kendali Trump, bukan gubernur setempat—dengan tugas terutama dukungan administratif, logistik, dan sebagai kehadiran fisik untuk mencegah kriminalitas. Pasukan ini tidak secara langsung melakukan penangkapan, namun dapat menahan sementara individu hingga polisi tiba . Selain itu, operasi ini akan mencakup penertiban kemah tunawisma di ruang publik federal—sebuah langkah kontroversial yang memicu kekhawatiran tentang pemindahan sosial tanpa solusi relokasi yang jelas.
Respons dari pemerintah kota D.C. dan pakar hukum sangat kritis. Wali Kota Muriel Bowser menolak bahwa kota dalam kondisi terkendali dan mempertanyakan urgensi intervensi federal. Sementara itu, Jaksa Agung D.C. menyebut tindakan ini bertentangan hukum dan sedang mempertimbangkan langkah hukum lanjutan. Ahli hukum dan organisasi hak sipil mengingatkan bahwa penyebaran militer dalam urusan domestik berisiko melampaui Undang-Undang Posse Comitatus dan melemahkan batas sepadan antara militer dan kepolisian sipil.
Intervensi ini merupakan tindakan federal kedua dalam musim panas 2025, setelah Trump sebelumnya mengerahkan Garda Nasional ke Los Angeles untuk meredam protes anti-imigran—langkah yang memicu gugatan dari Gubernur California dan kritikan pelanggaran hukum negara bagian. Aksi di D.C. menandai eskalasi lebih lanjut dari penggunaan militer domestik yang memicu perdebatan tajam mengenai wewenang presiden dan risiko erosi otonomi kota.