koranmetro.com – Presiden Prabowo Subianto menyampaikan rasa syukurnya yang mendalam atas kemampuan bangsa Indonesia dalam menangani bencana banjir bandang dan longsor yang melanda Pulau Sumatera. Dalam pidatonya pada acara doa bersama peringatan HUT ke-61 Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, pada Jumat (5/12/2025), Prabowo menegaskan bahwa musibah ini bukan hanya ujian berat, tapi juga bukti kekuatan solidaritas nasional. “Alhamdulillah, kita kuat. Kita mengatasi masalah dengan kekuatan kita sendiri,” ujarnya, menekankan kebanggaan atas respons cepat tanpa bergantung pada bantuan luar. Pernyataan ini disampaikan di tengah update BNPB yang mencatat 804 korban jiwa dan 634 orang hilang hingga Rabu (3/12/2025), menjadikan bencana ini sebagai salah satu yang terparah dalam sejarah modern Indonesia.
Latar Belakang Bencana: Musibah yang Menguji Ketangguhan Bangsa
Bencana banjir bandang dan longsor menerjang Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera Barat (Sumbar) sejak 25 November 2025, dipicu hujan deras ekstrem akibat perubahan iklim. BNPB melaporkan dampaknya meluas ke 50 kabupaten, dengan 3.500 rumah rusak berat, 4.100 rusak sedang, serta 282 fasdik dan 271 jembatan hancur. Di Tapanuli Tengah (Sumut), misalnya, akses darat terputus total, memaksa evakuasi via helikopter dan pesawat Hercules. Korban jiwa mencapai 604 orang, dengan ribuan warga mengungsi di posko darurat.
Prabowo, yang meninjau langsung lokasi di Tapanuli Tengah, Aceh Tenggara, dan Padang Pariaman pada 1 Desember 2025, menyaksikan langsung penderitaan warga. Di sana, ia berpelukan dengan anak-anak pengungsi yang berteriak “Pak Gemoy”, dan berjanji, “Kita semua satu keluarga besar, kita tidak akan membiarkan saudara-saudara sendiri memikul beban.” Kunjungan itu bukan sekadar seremonial; Prabowo langsung instruksikan percepatan logistik, termasuk pengiriman BBM via kapal besar ke Sibolga dan airdrop via Hercules.
Respons Nasional: Prioritas Tanpa Status Bencana Nasional
Meski tidak menetapkan status bencana nasional—seperti diungkapkan Ketua MPR Ahmad Muzani karena “hitung-hitungan” Prabowo sendiri—penanganan tetap ditingkatkan ke level nasional. Menko PMK Pratikno menjelaskan, “Seluruh kementerian, lembaga, TNI, Polri, dan BNPB diperintahkan mengerahkan sumber daya semaksimal mungkin,” dengan dana siap pakai untuk tanggap darurat. Prabowo apresiasi TNI-Polri yang sigap, termasuk evakuasi korban tertimbun dan distribusi bantuan ke wilayah terisolir.
Cuaca yang membaik menjadi angin segar: Listrik hampir 100% pulih di Sumbar, dan bantuan makanan serta obat-obatan sudah sampai ke pengungsian. Prabowo tekankan, “Kita bersyukur cuaca membaik, ramalannya yang terburuk sudah lewat,” sambil instruksikan perbaikan jembatan, jalan, dan rumah rusak.
Makna Syukur Prabowo: Solidaritas sebagai Kekuatan Utama
Dalam pidato di Istora Senayan, Prabowo gambarkan bencana sebagai “ujian yang menguji kita,” tapi juga peluang untuk tunjukkan ketangguhan. Ia bersyukur karena Indonesia bisa tangani sendiri, tanpa bergantung bantuan internasional—sebuah pesan nasionalisme di tengah krisis. “Kita hadapi dengan solidaritas,” tegasnya, mengingatkan daerah untuk antisipasi perubahan iklim.
Syukur Prabowo juga disertai arahan tegas: Percepat pemulihan infrastruktur dasar, jamin akses BBM dan listrik, serta libatkan semua komponen masyarakat. Ini sejalan dengan visi pemerintahannya: Bangsa yang tangguh, mandiri, dan bersatu.
Dampak dan Harapan ke Depan
Penanganan nasional ini beri harapan bagi korban: Bantuan pangan dari Kementan sudah disalurkan, dan rekonstruksi rumah direncanakan. Prabowo janji, “Pemerintah bertanggung jawab jaga lingkungan dan antisipasi masa depan.” Bencana ini, meski tragis, jadi pengingat: Di saat sulit, kekuatan bangsa justru terbukti dari kemampuan kita tangani sendiri.









