Remisi untuk Koruptor Dikritik Eks Ketua KPK, Sistem Berpotensi Disalahgunakan dan Dibeli

- Jurnalis

Selasa, 28 Januari 2025 - 21:08 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kebijakan pemberian remisi kepada narapidana korupsi kembali menuai kritik tajam dari mantan pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kebijakan pemberian remisi kepada narapidana korupsi kembali menuai kritik tajam dari mantan pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

JAKARTA, koranmetro.com – Kebijakan pemberian remisi kepada narapidana korupsi kembali menuai kritik tajam dari mantan pejabat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eks Ketua KPK menyoroti potensi penyalahgunaan dan praktik transaksi ilegal dalam sistem pemberian remisi, yang dinilai dapat melemahkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia.

Apa Itu Remisi dan Mengapa Kontroversial?

Remisi adalah pengurangan masa hukuman yang diberikan kepada narapidana berdasarkan persyaratan tertentu, seperti perilaku baik selama menjalani hukuman atau memperingati hari-hari besar nasional. Namun, ketika remisi diberikan kepada koruptor, kebijakan ini sering kali menimbulkan pro dan kontra.

Bagi sebagian pihak, remisi dianggap sebagai bagian dari hak narapidana untuk mendapatkan rehabilitasi. Namun, bagi yang lain, pemberian remisi kepada koruptor dinilai tidak adil karena korupsi adalah kejahatan luar biasa (extraordinary crime) yang merugikan negara dan masyarakat.

Kritik dari Eks Ketua KPK

Mantan Ketua KPK menyatakan bahwa sistem pemberian remisi saat ini rentan disalahgunakan. “Remisi seharusnya diberikan dengan pertimbangan yang ketat, terutama untuk kasus korupsi. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Sistem ini berpotensi dibeli dan dimanipulasi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan,” ujarnya.

Baca Juga :  Ini Penyebab Terjadinya Gangguan KRL Arah Bogor hingga Penumpang Berdesakan

Ia juga mengkhawatirkan adanya praktik suap atau transaksi ilegal dalam proses pemberian remisi. “Jika remisi bisa dibeli, maka ini akan menjadi celah baru bagi koruptor untuk melunasi hukumannya dengan uang. Ini jelas bertentangan dengan semangat pemberantasan korupsi,” tambahnya.

Potensi Melemahkan Pemberantasan Korupsi

Kritik ini bukan tanpa alasan. Pemberian remisi kepada koruptor dinilai dapat mengurangi efek jera dan melemahkan upaya pemberantasan korupsi. Koruptor yang seharusnya menjalani hukuman penuh justru bisa bebas lebih cepat, sehingga menimbulkan kesan bahwa hukum di Indonesia tidak tegas terhadap pelaku korupsi.

Selain itu, praktik penyalahgunaan remisi juga dapat merusak citra sistem peradilan dan lembaga pemasyarakatan. Masyarakat bisa kehilangan kepercayaan terhadap penegakan hukum jika remisi diberikan secara tidak transparan dan tidak adil.

Solusi yang Ditawarkan

Untuk mencegah penyalahgunaan, Eks Ketua KPK menyarankan agar pemerintah dan lembaga terkait melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pemberian remisi. Beberapa langkah yang bisa diambil antara lain:

  1. Memperketat Persyaratan Remisi untuk Koruptor: Koruptor seharusnya tidak mendapatkan remisi kecuali memenuhi kriteria yang sangat ketat, seperti kontribusi nyata kepada negara selama menjalani hukuman.
  2. Transparansi Proses Pemberian Remisi: Mekanisme pemberian remisi harus dilakukan secara terbuka dan dapat diakses oleh publik untuk mencegah praktik manipulasi.
  3. Pengawasan oleh Lembaga Independen: Perlu adanya pengawasan dari lembaga independen untuk memastikan bahwa remisi diberikan secara adil dan tidak melanggar hukum.
Baca Juga :  Pengamat, Usulan Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD Belum Tentu Mewakili Selera Rakyat

Dampak Jangka Panjang

Jika sistem pemberian remisi tidak diperbaiki, dikhawatirkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia akan semakin terhambat. Koruptor akan merasa bahwa hukum tidak memiliki gigi yang cukup tajam untuk menghukum mereka, sementara masyarakat semakin skeptis terhadap komitmen pemerintah dalam memerangi korupsi.

Eks Ketua KPK menegaskan, “Pemberantasan korupsi bukan hanya tentang menangkap dan menghukum pelaku, tetapi juga tentang menciptakan sistem yang adil dan tegas. Remisi untuk koruptor harus dikaji ulang agar tidak menjadi bumerang bagi upaya kita membangun Indonesia yang bersih dari korupsi.”

Berita Terkait

Update Korban Bencana Sumatera 6 Desember 2025, 914 Orang Meninggal, 389 Masih Hilang
Rasa Syukur Prabowo atas Ketangguhan Bangsa, Penanganan Bencana Sumatera Ditepis Sendiri
Banjir dan Longsor Besar Melanda Sumatra dan Asia, Korban Tewas Melampaui 1.500 Jiwa
Operasi Airdrop TNI AU, Logistik Selamatkan Nyawa di Aceh Tamiang yang Terisolasi Banjir
Respons Cepat Prabowo, Prioritaskan BBM dan Listrik untuk Korban Banjir Sumatera
Respons Cepat Pemerintah, Seskab Teddy Koordinasikan Pengiriman Bantuan ke Daerah Terdampak Banjir Sumatera
KPK Ungkap Jejak Korupsi di Balik Pembangunan 31 RSUD, Ancaman Besar pada Layanan Kesehatan Nasional
KPK dan Parade Aset Rampasan, Dari Showroom Mobil Mewah ke Tumpukan Uang Miliaran
Berita ini 3 kali dibaca

Berita Terkait

Sabtu, 6 Desember 2025 - 19:25 WIB

Update Korban Bencana Sumatera 6 Desember 2025, 914 Orang Meninggal, 389 Masih Hilang

Sabtu, 6 Desember 2025 - 11:24 WIB

Rasa Syukur Prabowo atas Ketangguhan Bangsa, Penanganan Bencana Sumatera Ditepis Sendiri

Kamis, 4 Desember 2025 - 21:54 WIB

Banjir dan Longsor Besar Melanda Sumatra dan Asia, Korban Tewas Melampaui 1.500 Jiwa

Rabu, 3 Desember 2025 - 11:18 WIB

Operasi Airdrop TNI AU, Logistik Selamatkan Nyawa di Aceh Tamiang yang Terisolasi Banjir

Senin, 1 Desember 2025 - 11:24 WIB

Respons Cepat Prabowo, Prioritaskan BBM dan Listrik untuk Korban Banjir Sumatera

Berita Terbaru