JAKARTA, koranmetro.com – 10 Desember 2025 – Setelah puluhan tahun ketegangan dan insiden bersenjata, Kamboja secara resmi menyatakan kesiapannya untuk kembali duduk di meja perundingan dengan Thailand guna menyelesaikan sengketa wilayah perbatasan yang paling kontroversial: kawasan Kuil Preah Vihear dan sekitarnya.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Perdana Menteri Kamboja Hun Manet dalam pidato kenegaraan pada 9 Desember 2025 di Phnom Penh. “Kami tidak ingin generasi mendatang mewarisi konflik ini. Kamboja siap berunding dengan Thailand secara konstruktif, berdasarkan hukum internasional dan semangat ASEAN,” ujar Hun Manet, putra sulung mantan PM Hun Sen yang kini memimpin negara tersebut.
Latar Belakang Konflik yang Panjang
Sengketa Preah Vihear bermula sejak tahun 1907 ketika Prancis (penjajah Kamboja saat itu) dan Siam (Thailand) menetapkan garis batas. Pada 1962, Mahkamah Internasional (ICJ) memutuskan bahwa kuil Hindu kuno Preah Vihear berada di wilayah Kamboja. Namun, Thailand tidak pernah sepenuhnya menerima putusan tersebut, terutama terkait lahan seluas sekitar 4,6 km² di sekitar kuil.
Ketegangan memuncak pada 2008–2011 ketika kedua negara sempat terlibat bentrokan bersenjata yang menewaskan puluhan prajurit dan warga sipil. Pada 2013, ICJ kembali mengeluarkan putusan yang memperkuat kedaulatan Kamboja atas kawasan tersebut, namun implementasinya masih menjadi perdebatan.
Sinyal Positif dari Bangkok
Pernyataan Kamboja langsung mendapat respons positif dari Bangkok. Pada 10 Desember 2025, Menteri Luar Negeri Thailand Maris Sangiampongsa menyatakan bahwa pemerintahannya “menyambut baik” inisiatif Kamboja dan siap membuka dialog bilateral. “Kami percaya bahwa dialog adalah jalan terbaik untuk menyelesaikan perbedaan demi kesejahteraan rakyat kedua negara,” kata Maris.
Langkah ini juga didukung oleh Sekretariat ASEAN yang sejak lama mendorong kedua negara untuk menyelesaikan sengketa secara damai. Sekjen ASEAN Kao Kim Hourn menyatakan, “Perdamaian di perbatasan akan menjadi contoh positif bagi stabilitas kawasan.”
Harapan dan Tantangan ke Depan
Para pengamat menilai inisiatif ini merupakan momen langka karena terjadi di tengah pemerintahan baru di kedua negara yang relatif stabil. Hun Manet baru menjabat sejak Agustus 2023, sementara Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra baru dilantik pada Agustus 2024.
Meski demikian, tantangan tetap ada. Kelompok nasionalis di kedua negara sering kali memanfaatkan isu Preah Vihear untuk kepentingan politik domestik. Selain itu, kedua pihak masih berbeda pendapat tentang batas darat yang belum dipetakan secara lengkap.
Menuju Solusi Win-Win
Jika perundingan berhasil, kawasan Preah Vihear berpotensi menjadi destinasi wisata bersama yang dikelola secara bersama-sama, mirip dengan model yang diterapkan di kawasan Taman Nasional Bromo-Tengger-Semeru di Indonesia. Hal ini akan membuka peluang ekonomi baru bagi warga perbatasan yang selama ini terdampak ketegangan.
Dengan semangat “ASEAN Way” yang menekankan dialog dan konsensus, banyak pihak optimistis bahwa 2026 bisa menjadi tahun bersejarah bagi perdamaian Kamboja-Thailand. Seperti yang dikatakan seorang warga perbatasan di Siem Reap, “Kami sudah cukup lelah dengan senjata. Kami ingin anak-anak kami bisa bebas bermain di ladang tanpa takut.”









